Kesan : Masa2 pendidikan yang tak terlupakan.. mizzz you guys!! Pesan : Hasrat Anda untuk Sukses harus Mengalahkan Ketakutan Anda untuk Gagal. Semua Bisa Diraih!! Foccus n Yakin!!
e-mail : fithreeana19@yahoo.co.id
Negara Indonesia adalah negara
agraris, sehingga perubahan di bidang pertanian merupakan salah satu program
utama yang terus-menerus ditingkatkan oleh pemerintah Indonesia mengingat
sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di bidang pertanian. Peningkatan
perubahan di bidang pertanian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tetapi seiring dengan meningkatnya produksi pertanian (padi) timbul masalah
baru, yaitu berlimpahnya limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara
maksimal seperti sekam padi.
Sekam padi merupakan salah satu
produk samping dari proses penggilingan padi. Selama ini, sekam padi hanya
menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sekam padi lebih sering
digunakan sebagai bahan pembakar bata merah dan alas ternak (Harsono,2002).
Padahal dari penelitian Shofiatun (2000) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
abu sekam padi mengandung SiO2 (silika) sekitar 95,52 %.
Abu sekam padi yang mengandung SiO2
(silika) tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan
gel metasilikat. Gel metasilikat yang sudah dihasilkan dapat dimanfaatkan
sebagai media penumbuhan kristal tunggal. Kristal tunggal adalah suatu padatan
yang atom-atom dalam molekulnya diatur dalam suatu keterulangan. Sebagian
padatan kristal tersusun dari jutaan kristal tunggal yang kecil yang disebut grain
(Miligan,1979). Menurut Patel (1997), gel metasilikat adalah metode yang paling
tepat dan sederhana untuk penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS).
Kristal tunggal greenokcite (CdS) dalam jangka panjang dapat digunakan
sebagai semikonduktor.
Teknologi konversi energi matahari
menjadi energi listrik secara langsung dengan menggunakan sel surya telah dikembangkan
sejak tiga dekade yang lalu dan mengalami perkembangan pesat dalam tahun
terakhir ini. Sel surya menggunakan semikonduktor sebagai komponen utama dalam
proses konversi energi matahari menjadi energi listrik. Energi matahari
merupakan sumber energi yang paling menjanjikan mengingat sifatnya yang
berkelanjutan (sustainable) serta jumlahnya yang sangat besar. Saat ini
permasalahan energi menjadi semakin kompleks, mengingat kebutuhan energi yang
meningkat tetapi persediaan cadangan energi menjadi semakin sedikit. Sehingga,
matahari merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan
kebutuhan energi masa depan (Yuliarto,2011). Dalam upaya untuk menjadikan
energi surya sebagai pembangkit tenaga listrik, negara-negara maju berlomba mengembangkan
sel surya agar dapat dihasilkan teknologi pembuatan sel surya yang berharga
ekonomis.
Dari informasi di atas, maka
abu sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai sumber SiO2 (silika) yang
berguna untuk pembuatan gel metasilikat yang selanjutnya gel metasilikat
tersebut dapat digunakan sebagai media penumbuhan kristal tunggal greenokcite
(CdS). Kristal tunggal greenokcite (CdS) merupakan bahan semikonduktor
sel surya yang dapat digunakan sebagai sumber energi masa depan.
1.2 Tujuan
Dari uraian pada latar belakang,
tujuan dari penulisan gagasan ini adalah untuk mengetahui proses penumbuhan
kristal tunggal greenokcite (CdS) yang menggunakan bahan dasar abu sekam
padi dan dalam jangka panjang digunakan sebagai semikonduktor sel surya.
1.3 Manfaat
Gagasan ini diharapkan dapat
memberikan solusi pemanfaatan limbah sekam padi sebagai sumber silika untuk
sintesis gel metasilikat yang digunakan sebagai media penumbuhan kristal
tunggal greenokcite (CdS) yang pemanfaatannya dalam jangka panjang
sebagai bahan alternatif semikonduktor sel surya.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sekam Padi
Indonesia merupakan salah satu
negara penghasil beras terbesar di wilayah ASEAN. Hal ini karena negara
Indonesia adalah negara agraris, sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia adalah
petani. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, produksi padi di
Indonesia diperkirakan mencapai 54 juta ton. Produksi padi di Indonesia yang
cukup besar, memunculkan sebuah masalah baru yaitu berlimpahnya limbah
pertanian, salah satunya sekam padi. Sekam padi merupakan limbah hasil
penggilingan padi yang pemanfaatan sekam padi belum maksimal. Sekam padi di
masyarakat hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembakaran bata merah dan
alas ternak (Harsono,2002).
Sejak tahun 2007, Institut Pertanian
Bogor (IPB) sudah mengembangkan tungku sekam dengan memanfaatkan limbah sekam
padi sebagai bahan bakarnya. Setelah limbah sekam padi dimanfaatkan sebagai
alternatif sumber energi akan muncul limbah lainnya, diantaranya limbah abu
sekam padi. Pemanfaatan limbah abu sekam padi belum banyak digunakan secara
optimal selain sebagai pupuk atau media tanam (Yopi,2010).
Gambar sekam padi
2.2 Sel
Surya
Jumlah energi yang begitu besar yang
dihasilkan dari sinar matahari, membuat sel surya menjadi alternatif sumber energi
masa depan yang sangat menjanjikan. Sel surya juga memiliki kelebihan menjadi
sumber energi yang praktis mengingat tidak membutuhkan transmisi karena dapat
dipasang secara modular di setiap lokasi yang membutuhkan.
Sel surya tidak memiliki ekses suara
seperti pada pembangkit tenaga angin serta dapat dipasang pada hampir seluruh
daerah karena hampir setiap lokasi di belahan dunia ini menerima sinar
matahari. Bandingkan dengan pembangkit air yang dapat dipasang hanya pada
daerah-daerah dengana aliran air tertentu. Berbagai keunggulan ini maka tidak
heran jika negara-negara maju berlomba mengembangkan sel surya agar dapat
dihasilkan teknologi pembuatan sel surya yang berharga ekonomis
(Yuliarto,2011).
Hingga saat ini total energi listrik
yang dibangkitkan dengan sel surya di seluruh dunia baru mencapai sekitar 12 GW
(bandingkan dengan total penggunaan listrik dunia sebesar 10 TW). Dari 12 GW
tersebut Jerman merupakan negara terbesar yang telah menginstall sel surya
yaitu sebesar hampir 5 GW. Meskipun begitu setiap tahunnya terjadi peningkatan
produksi sel surya pada tahun 2008 total produksi sel surya di seluruh dunia
telah mencapai angka 6,22 GW. Nilai produksi yang terus meningkat ini juga
terus diikuti dengan upaya untuk menurunkan harga sel surya. Berbagai
teknologi telah dikembangkan dalam proses pembuatan sel surya untuk menurunkan
harga produksi agar lebih ekonomis (Yuliarto,2011).
2.3 Solusi Pemanfaatan Abu Sekam Padi
penggunaan listrik dunia sebesar 10
TW). Dari 12 GW tersebut Jerman merupakan negara terbesar yang telah
menginstall sel surya yaitu sebesar hampir 5 GW. Meskipun begitu setiap
tahunnya terjadi peningkatan produksi sel surya pada tahun 2008 total produksi sel
surya di seluruh dunia telah mencapai angka 6,22 GW. Nilai produksi yang terus
meningkat ini juga terus diikuti dengan upaya untuk menurunkan harga sel
surya. Berbagai teknologi telah dikembangkan dalam proses pembuatan sel
surya untuk menurunkan harga produksi agar lebih ekonomis (Yuliarto,2011).
Selama ini pemanfaatan limbah sekam
padi di Indonesia sangat terbatas pada produk-produk yang tidak bernilai
ekonomi tinggi, antara lain sebagai media tanaman hias, pembakaran bata merah,
dan alas pada petelur. Bahkan di tempat-tempat penggilingan padi pembuangan
sekam kering seringkali menjadi masalah. Cara yang biasa dipergunakan untuk
membuang sekam adalah membakarnya di tempat terbuka sepeti sawah. Hal ini
akan mengakibatkan pencemaran lingkungan emisi gas hasil pembakaran yang
dihasilkan. Bila sekam padi dimasukkan ke dalam tanah sawah, tanah menjadi “chlorotic”
yang mengganggu pertumbuhan padi sehingga akan menurunkan produktivitas padi.
Pemanfaatan sekam selama ini dihadapkan pada beberapa kendala. Kendala tersebut
diantaranya sifat sekam yang kamba (bulky), abrasif, dan sifat kandungan
seratnya yang tidak dapat diolah menjadi produk pakan maupun kertas.
2.4 Solusi
Penurunan Harga Sel Surya
Selama ini, sel surya adalah identik
dengan semikonduktor dioda. Dalam teknologi sel surya, terdapat berbagai
pilihan penggunaan material intinya. Kristal tunggal silikon sebagai pioner
dari sel surya memang masih menjadi pilihan karena teknologinya yang sudah
mapan sehingga bisa mencapai efisiensi. Modul atau panel sel surya kristal
silikon yang sudah diproduksi berefisiensi sekitar 12. Namun, penggunaan
material masih digolongkan mahal dan juga volume produksi lempeng silikon tidak
dapat mencukupi kebutuhan pasar bila terjadi penggunaan sel surya ini secara
massal. Sehingga untuk penggunaan secara besar-besaran harus dilakukan usaha
untuk mempertipis lapisan silikonnya.
Material yang berifisiensi tinggi
lainnya adalah dari paduan golongan unsur III-V GaAs dan InP. Walaupun secara
teoritik efisiensinya bisa mencapai 35 tetapi sulitnya menumbuhkan kristal
tunggal berkualitas tinggi dari material-material di atas menyebabkan harganya
tergolong sangat mahal sehingga penggunaannya masih terbatas. Material golongan
ini memang tidak dipertimbangkan untuk digunakan secara massal. Usaha yang
sedang diupayakan sekarang untuk menekan sedikit harga pembuatannya adalah
menumbuhkan lapisan GaAs di atas lempeng silikon. Namun, penggabungan dari dua
material dengan struktur berbeda ini menyebabkan timbulnya strain pada
lapisan antar mukanya sehingga menurunkan efisiensi.
2.6 Penumbuhan Kristal Tunggal Greenokcite
(CdS) Dalam Gel Metasilikat Hasil Isolasi Limbah Abu Sekam Padi Sebagai
Bahan Semikonduktor Sel Surya
Silika (SiO2) dapat
ditemukan pada lumpur lapindo, abu vulkanik gunung merapi dan abu sekam padi.
Kandungan silika (SiO2) pada lumpur lapindo adalah 53,08% (Wirayasa,
2008), abu vulkanik gunung merapi adalah 56% (Nuryanto, 2010) dan pada abu
sekam padi kandungan silika (SiO2) mencapai 95,25% (Syafriadin,
1998). Sehingga yang mungkin digunakan sebagai sumber silika (SiO2)
dalam pembuatan gel metasilikat adalah abu sekam padi. Hal ini karena abu sekam
padi mempunyai kandungan silika (SiO2) yang lebih besar dibandingkan
sumber silika (SiO2) lainnya. Kelebihan lainnya menggunakan abu
sekam padi sebagai sumber silika adalah abu sekam padi mudah didapat karena
mengingat negara Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar
penduduknya adalah petani.
Silika yang didapatkan dari abu
sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan gel
metasilikat. Pemanfaatan gel metasilikat tersebut digunakan sebagai media
penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS). Hal ini karena gel
metasilikat mempunyai kelebihan dari gel lainnya seperti gel gelatin dan
agar-agar. Kelebihan gel metasilikat adalah sederhana, tidak terlalu rumit dan
karena gel metasilkat terbuat dari bahan anorganik sehingga gel metasilikat
tidak akan terkontimasi (Patel,1982).
Kristal tunggal greenokcite (CdS)
yang dihasilkan dari penumbuhan selanjutnya dimanfaatkan untuk membuat
semikonduktor sel surya. Kristal tunggal greenokcite (CdS) merupakan
senyawa II-IV yang memiliki sifat optik dan listrik yang cocok untuk
semikonduktor sel surya. Keunggulan dari semikonduktor greenokcite (CdS)
dari semikonduktor lainnya adalah lebih sederhana peralatannya, mudah dalam
pembuata dan penanganannya serta relatif murah dalam biaya produksinya. Hal ini
dikarenanakan kristal tunggal Greenokcite (CdS) dibuat dengan
metode difusi yang lebih sederhana dan tidak memerlukan biaya mahal.
Sel surya yang semikonduktornya dari
kristal tunggal greenokcite (CdS) mempunyai harga yang lebih murah
dibandingkan dengan sel surya yang berasal dari semikonduktor lainnya seperti
silikon. Komposisi presentase harga dalam pembuatan sel surya dapat dilihat
pada tabel 1.
Komposisi harga dalam sel surya
Presentase
Material silicon
65%
Enkapsulasi modul
25%
Pembuatan sel
10%
Tabel 1. Komposisi presentase harga
sel surya (Maruoka, 2007)
Berdasarkan tabel 1 65% harga sel
surya dipengaruhi oleh harga semikonduktornya, sehingga apabila semikonduktor
sel surya diganti dengan semikonduktor greenokcite (CdS) akan mengurangi harga
sel surya sebanyak 65%. Prediksi penurunan harga sel surya dari beberapa merk
jika apabila menggunakan semikonduktor silikon (Si) dan greenokcite (CdS)
dapat dilihat pada tabel 2
Merk sel surya
Harga perwatt (semikonduktor Si)
Harga perwatt (semikonduktor CdS)
Samsung
Rp. 25.000
Rp. 16.250
Lomus
Rp. 26.000
Rp. 16.900
Shiyoku
Rp. 35.000
Rp. 22.750
Kyocera
Rp. 30.000
Rp. 19.500
Tabel 2 : Prediksi Penurunan Harga
2.6 Pihak-Pihak
yang Membantu Mengimplementasikan Gagasan
Pihak-pihak yang dimungkinkan
terkait dan dapat diajak kerja sama dan mampu menyukseskan gagasan ini antara
lain :
Petani merupakan pihak yang menghasilkan limbah sekam
padi. Sehingga hal ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan limbah
sekam padi yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani
dan diharapkan pula dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah sekam
padi.
Masyarakat dan sektor industri adalah pihak yang
terkena dampak dari krisis energi. Sehingga diharapkan masyarakat dan
sektor industri dapat memanfaatkan sel suryasebagai alat
alternatif sumber energi. Diharapkan pula dengan gagasan ini, masyarakat
dan sektor industri dapat mengatasi krisis energi di masa mendatang dengan
menggunakan alternatif sel surya
dalam kehidupan sehari-hari harganya yang lebih terjangkau.
Perusahaan penghasil sel suryasalah satunya PT.
SHARP yang merupakan produsen sel surya terbaik di dunia dan telah
memperjualbelikan sel surya yang dapat menghasilkan listrik dengan efisien
(Anonim, 2010). Oleh karena itu, diharapakan dapat diajak kerja sama dalam
pembuatan sel surya dengan harga yang lebih murah.
Ilmuwan fisika merupakan pihak yang diharapkan dapat
melakukan penilitian lebih lanjut untuk memfasilitasi hasil sintesis yang
berupa kristal tunggal greenokcite (CdS) untuk dibuat manjadi
bentuk semikonduktor dalam bentuk-bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan
pembuatan sel surya.
-->
III.PROSES DAN PEMBUATAN
3.1 Isolasi
Silika Limbah Abu Sekam
Padi.
Menurut beberapa penilitian
(Houston,1972; Hara,1986; Shofiatun,2000) komponen utama abu sekam padi adalah
SiO2 (silika) . Sehingga abu sekam padi dapat digunakan sebagai
sumber SiO2 (silika). Proses isolasi SiO2 (silika) dari
abu sekam padi dilakukan dengan cara membasahi abu sekam padi dengan akuades
panas dan ditambah dengan larutan asam klorida (HCl) pekat. Setelah itu, abu
sekam padi diuapkan di atas penangas sampai menjadi kering. Proses penguapan
ini bertujuan agar abu sekam padi terurai menjadi komponen-komponennya, yaitu
beberapa logam yang mengalami oksidasi menjadi asamnya.
Abu sekam padi kemudian dicuci ulang
dengan asam klorida (HCl) yang bertujuan untuk melarutkan beberapa komponen
yang belum larut pada proses sebelumnya, sehingga komponen-komponen tersebut
dapat larut dalam asam klorida (HCl). Kemudian larutan hasil pencucian ulang
dengan asam klorida (HCl) disaring menggunakan kertas saring. Pada penyaringan
ini endapan yang tertahan pada kertas saring adalah SiO2 (silika)yang
masih mengandung pengotor klorida, sehingga SiO2 (silika) dalam
kertas saring harus dibilas dengan akuades panas secukupnya. Hal ini bertujuan
untuk membersihkan SiO2 (silika) dari pengotor klorida yang
dimungkinkan masih ada, sehingga dihasilkan SiO2 (silika) yang telah
bebas dari pengotor (Houston, 1972).
SiO2 (silika) yang telah
bebas dari pengotor perlu dipisahkan dari kertas saring, yaitu dengan
cara melakukan pengabuan pada suhu 300-600 0C. Selain itu
pengabu an bertujuan untuk menghilangkan kadar air dan untuk mendapatkan
endapan SiO2 (silika)murni (Vogela,1979).
Mengenai kadar SiO2 (silika)hasil isolasi abu sekam padi pernah
diteliti oleh Syafriadin (1998) dan kadar SiO2 (silika) yang
didapatkan sebesar 95,25% atau sebesar 16,53 dari jumlah kering sekam padi.
3.2 Sintesis
Natrium Metasilikat
SiO2 (silika)murni
yang diperoleh dari isolasi abu sekam padi kemudian digunakan untuk membuat
larutan natrium metasilikat (Na2SiO3) yaitu dengan cara
mereaksikan SiO2 (silika)dengan larutan basa natrium (NaOH) seperti
pada persamaan 1. Perbandingan mol antara SiO2 (silika)dengan NaOH
adalah 1:2 dan reaksi dilakukan pada wadah krus nikel bertutup yang selanjutnya
dileburkan pada tanur dengan suhu 500 0C. Lewis (1993) menyatakan
bahwa titik lebur NaOH adalah 318 0C, sehingga peleburan yang
dilakukan dalam tanur pada suhu 500 0C tersebut bertujuan untuk
melebur NaOH menjadi ion Na+ dan OH- yang kemudian
berinteraksi dengan ikatan Si-O-Si pada molekul SiO2 membentuk
ikatan Si-O-Na+.
--> SiO2(s)
+2NaOH(aq)------->
--> Na2SiO3(s)
-->
Agar terbentuk Na2SiO3
yang homogen, maka hasil peleburan yang dilakukan selama 60 menit
kemudian ditumbuk sampai ukuran partikelnya lolos 50 mesh yang selanjutnya
dipanaskan kembali pada 500 0C sampai masa leburan menjadi konstan.
Mengenai hasil sintesis natrium metasilikat dari abu sekam padi pernah diteliti
oleh Syafriadin (1998) dan didapatkan natrium metasilikat sebesar 97,86 %.
3.3 Pembuatan
Gel Metasilikat
Gel metasilkat adalah gel yang
mempunyai sifat permeabel dan berfungsi sebagai media penumbuhan kristal
tunggal dengan metode difusi. Komposisi gel metasilikat itu sendiri terdiri
dari larutan natrium metasilikat (Na2SiO3), larutan asam
asetat (CH3COOH) dan kadmium klorida (CdCl2), kadmium
klorida (CdCl2) adalah penyuplai ion Cd2+. Gel
metasilikat dapat dibuat dengan melarutkan natrium metasilikat (Na2SiO3)
dalam air yang akan membentuk asam monosilikat (H4SiO4)
sesuai persamaan 2. Setelah itu, kadmium klorida (CdCl2) dimasukkan
melalui dinding wadah setetes demi setetes agar tidak terjadi kristal amrof.
Agar gel metasilikat yang terbentuk lebih stabil dan didapat pH yang
diinginkan yaitu 3,5-5,5 maka perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH),
untuk reaksi penambahan asam asetat sesuai persamaan 3 (Henish,1988).
Asam monosilikat yang dihasilkan
akan membentuk polimer dengan cara reaksi polimerisasi yang menghasilkan produk
samping berupa air sesuai gambar 1. Air sebagai produk samping akan menguap
yang menyebabkan gel menyusut dan kemudian mengeras. Reaksi polimerisasi ini
akan terjadi secara terus-menerus sampai sistem tiga dimensi dengan rantai
Si-O-Si terbentuk sesuai gambar 1 (Henish,1988).
Pembentukan gel metasilikat sangat
dipengaruhi oleh pH, pada pH terlalu rendah gel sulit terbentuk, sebaliknya
pada pH terlalu tinggi gel akan langsung terbentuk. Sehingga kisaran pH yang
digunakan adalah antara 3,5-5,5. Hal ini karena pada pH kurang dari 3,5 gel
yang terbentuk sangat lunak, sedangkan pada pH lebih dari 5,5 gel yang
terbentuk terlalu keras. Kedua kondisi di atas tidak memungkinkan untuk
dijadikan media penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS)
(Harini,2003).
Pada pH kurang dari 3,5 yang
disebabkan oleh penambahan asam asetat secara berlebih mengakibatkan semua
gugus silanol terpotonasi sempurna membentuk ion silikonium dan dua molekul
air. Semakin banyak molekul air yang berada di dalam gel menyebabkan jarak
antara unit-unit gel semakin renggang, sehingga gel akan semakin lunak. Hal ini
sesuai dengan reaksi pada persamaan dibawah ini :
-->Si-OH
+ H3O+
-->----- > Si+
+ 2H2O
-->
Pada pH lebih dari 5,5 gel yang
terbentuk akan relatif keras. Hal ini karena jumlah asam yang ditambahkan
sedikit. Kondisi ini menyebabkan semakin sedikit jumlah air yang dihasilkan
sebagai hasil samping dari pembentukan gugus silanol, seperti yang ditunjukan
pada persamaan
-->
Si-O-
+H3O+ ------>
-->Si-OH
+ H2O
-->
3.4 Reaksi Pembentukan Kristal Tunggal
Greenokcite (CdS) Dalam Gel Metasilikat
Proses pembentukan kristal tunggal greenokcite
(CdS) yang pertama dilakukan adalah menambahkan air dalam permukaan gel,
sehingga permukaan gel tidak pekat, dan menyebabkan kristal tidak
terbentuk dipermukaan. Langkah selanjutnya, yaitu memasukkan supernatan natrium
sulfida (Na2S) yang nantinya natrium sulfide (Na2S)
akan terurai menjadi ion-ion sesuai pada persamaan 7. Natrium sulfida (Na2S)
masuk ke dalam rongga-rongga gel metasilikat dengan metode difusi. Menurut
Sarjoni (1996), metode difusi merupakan proses dimana molekul atau ion dari suatu
bahan larut yang bergerak bebas melalui pelarut sehingga larutan dapat
tercampur dengan baik. Di dalam gel metasilikat sudah terdapat ion-ion CdCl2
yang terjebak di dalam rongga-rongga gel metasilikat sesuai pada persaman 6.
Hal ini akan menyebabkan di dalam gel metasilikat terjadi reaksi antara Cd2+(aq)
dengan S2-(aq) yang akan membentuk kristal tunggal greenokcite
(CdS) sesuai reaksi dibawah ini :