Amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu perkara yang
harus dihidupkan dalam rumah tangga. Apabila suami menemukan
penyimpangan dalam diri istrinya, ia berkewajiban untuk meluruskan
dan memperingatkannya. Demikian pula ketika istri mendapati hal
serupa pada diri suaminya.
Akan tetapi perlu diingatkan di sini, bahwa ketika
istri menyampaikan nasehat dan teguran kepada suaminya, tentu caranya
berbeda dengan pengajaran seorang guru kepada muridnya atau seorang
ustadz kepada jamaah pengajiannya.
Para istri yang mulia…
Dalam hal ini, seorang istri harus cerdik dalam
mengambil langkah. Karena yang Engkau kehendaki dari teguran itu,
tentu adalah kebaikan pada diri suamimu. Yang pada hakekatnya itu
juga merupakan kebaikan bagi dirimu. Maka Engkau harus mengerahkan
segenap kemampuanmu agar nasehat dan teguranmu itu mendatangkan
perbaikan. Bukan mengundang keburukan yang lebih besar.
Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Hendaknya Engkau menyampaikan nasehat itu
dengan ikhlas, hanya mengharap ridha Allah semata.
Jangan Engkau melakukannya karena dorongan rasa
kesal dan amarah. Sebab hal itu hanya akan membawa kerugian. Karena
jika tindakanmu semata-mata didorong rasa kesal, maka Engkau tidak
akan mendapatkan pahala dan Engkau akan bertambah kesal jika ternyata
teguranmu tidak diterima.
Namun apabila Engkau mendasari tindakanmu itu semata
karena Allah, niscaya Engkau akan menuai pahala. Dan ketika ternyata
nasehat serta teguranmu tidak dierima, Engkau tidak akan berputus asa
atau merasa kesal. Mengapa? Sebab hidayah itu datangnya dari Allah
dan bukan berada di tangan kita.
Allah ta’ala berfirman,
“إِنَّكَ
لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ”
Artinya:
“Sungguh engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada
orang yang engkau sayangi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang
yang Dia kehendaki. Dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau
menerima petunjuk”. QS. Al-Qashash (28): 56.
Tugas kita hanyalah menyampaikan peringatan dengan
baik, dan Allahlah yang membuka hati siapa saja yang Dia kehendaki.
Sebagaimana dijelaskan oleh-Nya,
“وَمَا
عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ
الْمُبِينُ”
Artinya:
“Kewajiban kami hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan
jelas”. QS. Yasin (36): 17.
Para istri yang mulia…
Menegur
suami yang keliru, adalah merupakan suatu kewajiban yang tidak boleh
ditinggalkan. Pun demikian, dalam mempraktekkannya, banyak etika yang
harus diperhatikan dengan baik. Antara lain:
Siapapun yang hendak memperbaiki orang lain,
hendaklah ia memulai dari dirinya sendiri (Cermati: QS. Luqman: 17).
Mu’awiyah radhiyallahu’anhu menasehatkan,
“أَصْلِحْ
نَفْسَكَ يَصْلُحْ لَكَ النَّاسُ”.
“Perbaikilah
dirimu, niscaya orang lain akan berlaku baik kepadamu”.
Tarik
simpati suamimu dengan menunjukkan banyaknya perubahan pada dirimu.
Buktikan bahwa setelah mendalami ajaran Islam dan Sunnah Rasul
shallallahu’alaihiwasallam, engkau semakin menjadi istri yang
menyenangkan. Semakin taat, semakin santun, semakin sabar dan
seterusnya. InsyaAllah sikapmu itu dapat membuka hati suamimu untuk
merubah perilakunya pula.
Sampaikanlah
nasehat dan teguran itu dengan cara yang lemah lembut. Sebab
karakter ini merupakan sifat yang dicintai Allah dan disukai oleh
manusia. Bahkan kelembutan merupakan salah satu faktor terbesar yang
menjadikan teguranmu diterima.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“إِنَّ
اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ،
وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ
يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ
يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاهُ”.
“Sesungguhnya
Allah itu Maha lembut dan menyukai kelembutan. Dia memberikan
sesuatu pada kelembutan yang tidak diberikan-Nya pada kekerasan atau
selainnya”. HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha
dengan redaksi Muslim.
Beliau menambahkan,
“مَنْ
يُحْرَمِ الرِّفْقَ؛ يُحْرَمِ
الْخَيْر”.
“Barang
siapa tidak memiliki sifat lembut, maka ia tidak memiliki kebaikan”.
HR. Muslim dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu’anhu.
Beliau juga menegaskan,
“إِنَّ
الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ
زَانَهُ، وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ
إِلاَّ شَانَهُ”.
“Sesungguhnya
kelembutan itu jika masuk ke dalam sesuatu pasti akan menjadikannya
indah. Sebaliknya jika kelembutan itu dicabut dari sesuatu, pasti
akan membuatnya jelek”. HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha.
Para istri yang mulia…
Menegur suami yang keliru, adalah merupakan suatu
kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Pun demikian, dalam
mempraktekkannya, banyak etika yang harus diperhatikan dengan baik.
Antara lain:
Poin ini sangatlah penting. Karena mungkin Engkau
akan memerlukan waktu yang lama untuk dapat merubah sebagian
penyimpangan atau perangai buruk yang ada pada diri suamimu. Rentang
waktu yang akan menjadi ujian tersendiri bagimu. Bersabarlah, karena
kesabaranmu dalam mempergauli suamimu akan menjadi catatan pahala
bagimu di sisi Allah.
Allah ta’ala berfirman,
“إِنَّمَا
يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ
بِغَيْرِ حِسَابٍ”.
Artinya:
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
disempurnakan pahalanya tanpa batas”. QS. Az-Zumar (39): 10.
Jangan pernah lupa dan bosan untuk berdoa kepada
Allah. Karena hanya Dialah yang mampu membuka pintu hati suamimu dan
dapat merubah segala keburukannya. Sebab hati para hamba ada di
tangan Allah ta’ala.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
mengingatkan,
“إِنَّ
قُلُوبَ بَنِى آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ
إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ
كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ
يَشَاءُ”.
“Sesungguhnya
hati bani Adam seluruhnya berada di antara dua jari Allah seperti
satu hati. Dia mengarahkannya sekehendak-Nya”. HR. Muslim dari
Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma.
Perbanyaklah
melantunkan doa-doa yang diajarkan dalam al-Qur’an dan Sunnah.
Antara lain:
“رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا”.
“Wahai Rabb
kami, anugerahkanlah kepada kami, pasangan dan keturunan yang
menyedapkan pandangan kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi
orang-orang yang bertakwa”. QS. Al-Furqan (25): 74.
Kekeliruan
itu bertingkat-tingkat, ada yang ringan, sedang maupun berat.
Tidaklah bijak jika Engkau memberondong suami dalam satu waktu
dengan sekian banyak penyimpangan. Sebab cara seperti itu justru
kerap tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Ketahuilah bahwa
perubahan perilaku itu membutuhkan proses, tidak ‘sim salabim’
langsung berubah! Karenanya Engkau harus memiliki skala prioritas
dalam menasehati. Mulailah dari menasehatinya dalam penyimpangan
yang paling berat, yang berat, yang sedang, baru kemudian yang
ringan. Semoga Anda berhasil!
Para istri yang mulia…
Menegur
suami yang keliru, adalah merupakan suatu kewajiban yang tidak boleh
ditinggalkan. Pun demikian, dalam mempraktekkannya, banyak etika
yang harus diperhatikan dengan baik. Antara lain:
Penentuan
masa, tempat serta tata cara menyampaikan teguran, juga
mempertimbangkan situasi dan kondisi manakala kritik disampaikan,
adalah perkara yang sangat berpengaruh pada diterima atau tidaknya
teguran itu. Hal ini tidaklah mudah. Namun membutuhkan kepiawaian
dan pertimbangan yang jeli. Misalnya:
Sebagaimana
kita tidak suka apabila dikritik atau ditegur di hadapan orang lain,
maka jangan lakukan itu terhadap suamimu. Teguran yang disampaikan
secara empat mata, biasanya akan lebih mudah diterima. Sebab lebih
terasa nyaman dan menjaga nama baiknya. Sebab terkadang seseorang
hatinya bisa menerima teguran yang disampaikan kepada dirinya, namun
ia menolaknya karena gengsi dan demi menjaga harga dirinya di
hadapan orang lain.
Imam Syafi’i menjelaskan, “Barangsiapa
mengingatkan saudaranya secara rahasia, berarti ia telah menasehati
dan menjaga nama baiknya. Dan barangsiapa menasehati di hadapan
umum, berarti ia telah membuka aibnya dan merusak nama baiknya”.
Jangan
menepuk air di dulang, memercik ke muka sendiri!
Hendaknya
Engkau menjadi orang pertama yang melaksanakan hal yang Engkau
tuntut dari suami. Janganlah Engkau mengkritik suatu keburukan pada
diri suami, sementara keburukan itu ternyata ada pada dirimu.
Allah
ta’ala berfirman,
“أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ
أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ
الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُون”.
Artinya:
“Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang
kalian melupakan dirimu sendiri, padahal kalian membaca Kitab?
Tidakkah kalian berpikir?”. QS. Al-Baqarah (2): 44.
Dalam
ayat lain Allah mengingatkan,
“يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ .
كَبُرَ مَقْتًا
عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا
تَفْعَلُونَ”.
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa-apa
yang tidak kalian kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci oleh Allah, jika
kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. QS.
Ash-Shaff (61): 2-3.
Jangan
sampai kuman di seberang lautan tampak, sedangkan gajah di pelupuk
mata tak nampak!
Di
antara etika menegur suami:
Pakailah
seni dalam menegur Jangan tergesa-gesa mengkritik dan menegur!
Tahanlah dulu, sebab ada beberapa perkara yang harus diperhatikan.
Antara lain:
Jangan menyampaikan teguran ketika Engkau sedang
marah. Sebab dalam keadaan marah, biasanya Engkau terdorong untuk
terlalu membesar-besarkan permasalahan dan cenderung sentimental.
Dalam kondisi seperti ini, suami akan menangkap bahwa kritikmu tidak
lain semata karena dorongan emosi, sehingga ia pun enggan untuk
menerimanya.
Terlalu cepat menyampaikan kritik dalam kondisi
seperti itu akan membuatmu keliru dalam mengambil sikap.
Selanjutnya, Engkau akan berada pada pihak yang bersalah.
Demikian
pula jangan menyampaikan teguran ketika suamimu sedang marah. Sebab
dalam kondisi tersebut, biasanya ia tidak siap untuk menerima
kata-kata apapun. Apalagi yang berisi kritik. Justru akan lebih
mengobarkan amarahnya.
Jadi,
waktu yang tepat untuk menyampaikan kritik adalah dalam kondisi yang
tenang dan kondusif antara kedua belah pihak. Bukan juga dalam
kondisi gembira, suka cita dan ceria. Sebab hal itu bisa merusak
suasana. Apalagi jika waktu-waktu seperti itu sangat jarang
ditemukan, maka janganlah Engkau menyia-nyiakannya.
Alangkah
baiknya bila sepasang suami istri menyediakan waktu khusus untuk
saling terbuka antara keduanya terhadap seluruh masalah. Praktek
seperti ini lebih ideal lagi. Sebab, kondisi jiwa pada saat itu
lebih siap untuk menerima masukan dan perubahan.
Lalu
bagaimana cara menyampaikan teguran?
Keahlian menyampaikan
teguran kepada suami merupakan seni yang sangat agung dan harus
Engkau pelajari. Dalam masalah ini tentu berbeda antara suami yang
satu dengan yang lainnya. Dan Engkaulah orang yang paling mengenal
watak dan kepribadian suamimu. Intinya, Engkau harus memperhatikan
metode dan kepantasannya. Hindari suasana gaduh dan kata-kata yang
menyakitkan atau melukai perasaan. Jauhi caci maki, sebab hal itu
pasti akan membuat suamimu kecewa.
Apabila
ada sinyal-sinyal yang menunjukkan ketidaksukaan dan penolakan dari
suamimu, maka hendaknya Engkau segera berhenti dan mengalihkan
pembicaraan kepada hal lainnya. Bersabarlah dan coba lagi di lain
kesempatan. Mungkin suamimu perlu waktu untuk dapat mencerna dan
menerima kata-katamu.
Demikian
pula jangan lupa untuk membuat dadanya lapang. Dengan cara
menyebut-nyebut jasa dan kebaikannya, setelah menyampaikan kritik
padanya. Ini akan mengembalikan suasana kenyamanan hatinya dan
menjadikan keadaan kembali rileks.
Hal
penting lain yang perlu diperhatikan, jangan terkesan memojokkan
suami, seakan ia merasa seperti seorang tersangka yang sedang
divonis di hadapan hakim. Tunjukkan bahwa Engkau melakukan itu semua
semata-mata karena rasa sayangmu padanya. Selamat mencoba!
Ditulis
oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A.