"Adapun orang yang durhaka, lagi mengutamakan kehidupan dunia. Maka
neraka Jahimlah tempat tinggalnya. Sedangkan orang yang takut akan
kebesaran Rabbnya, lagi menahan diri dari hawa nafsunya. Maka surgalah
tempat tinggalnya. (QS An-Nazi'at: 37-41)
Nafsu itu menyeru kepada sikap durhaka dan mendahulukan dunia. Sedangkan Allah subhanahu wa talaa menyeru
hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan diri dari hawa nafsunya.
Jadi, hati manusia itu ada di antara dua penyeru. Kadangkala ia condong
kepada yang satu, dan kadang pula condong kepada yang lainnya. Di
sinilah ujian dan cobaan.
Di dalam al-Qur'an Allah subhanahu wa ta'ala menyebut nafsu dengan tiga sifat: muthmainnah, lawwaamah dan ammaarah bis suu'.
NAFSU MUTHMAINNAH
Apabila
nafsu tenang dan tentram dengan dzikrullah, tunduk kepada-Nya, rindu
akan perjumpaan dengan-Nya, serta jinak kala dekat dengan-Nya, maka
kepadanya dikatakan – ketika menemui ajalnya -,
"Wahai nafsu muthmainnah! Pulanglah kepada Rabbmu dengan penuh ridla dan diridlai! (QS Al-Fajr: 27-28)
Ibnu Abbas menafsirkan muthmainnah dengan mushaddiqah, membenarkan kebenaran.
Qatadah
berkata, Yaitu seorang mukmin yang nafsunya tenang dengan apa yang
dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Tenang di pintu ma'rifah
terhadap asma' dan shifat-Nya dengan berdasarkan kabar dari-Nya
(al-Qur'an) dan dari Rasul-Nya (as-Sunnah). Tenang atas kabar yang
datang tentang apa yang terjadi setelah kematian, alam barzakh, dan
kejadian di hari kiamat, seakan-akan melihatnya dengan mata telanjang.
Tentram atas takdir Allah, menerima dan meridhainya, tidak benci dan
berkeluh kesah, tidak pula terguncang keimanannya, tidak berputus asa
atas sesuatu yang lepas darinya, pun tidak berbangga atas apa yang
dimilikinya. Sebab, semua musibah telah ditakdirkan oleh-Nya jauh
sebelum musibah itu sampai kepadanya, bahkan sebelum ia diciptakan.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Tidak ada musibah yang
datang kecuali dengan izin dari Allah. Dan barang siapa yang beriman
kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya". (QS
At-Taghabun: 11)
NAFSU LAWWAMAH
Ia adalah nafsu yang
selalu berubah keadaan. Ia sering berbalik, berubah warna. Kadang ia
ingat, kadang alpa. Kadang ia sadar, kadang berpaling. Kadang ia cinta,
kadang benci, kadang ia gembira, kadang sedih. Kadang ia ridla, kadang
murka. Kadang ia taat, dan kadang ia khianat.
Sebagian orang
mendefinisikannya sebagai nafsu seorang mukmin. Al-Hasan al-Bashri
berujar, "Seorang mukmin itu selalu mencela (lawwamah artinya banyak
mencela, pent) dirinya. Ia terus berkata: Apa yang kau inginkan dari
semua ini? Mengapa kau lakukan ini? Sungguh ini lebih baik daripada yang
ini! Atau yang semisalnya."
Ada juga yang mengartikannya dengan
celaan pada hari kiamat. Pada hari itu setiap pribadi akan mencela
dirinya sendiri. Jika ia pendurhaka, atas kedurhakaannya, dan jika ia
seorang yang taat, atas keteledoran dan kekurangannya. Ibnul Qoyyim
berkata, "Semua pengertian di atas benar."
Lawwamah itu ada dua. Lawwamah yang tercela dan lawwamah yang sebaliknya.
Yang
pertama adalah nafsu yang dungu dan menganiaya diri sendiri. Ia dicela
oleh Allah dan para malaikat. Sedangkan yang kedua adalah nafsu yang
selalu mencela pemiliknya karena kekurangannya dalam ketaatan kepada
Allah subhanahu wa ta'ala – padahal ia sudah berusaha sekuatnya – Nafsu
ini tidak dicela. Bahkan nafsu yang paling utama adalah nafsu yang
mencela diri atas kekurangtaatannya kepada Allah, dan ia siap menerima
celaan dalam menggapai ridla-Nya. Demikianlah ia terbebas dari celaan
Allah. Berbeda dengan orang yang puas atas amal yang dikerjakannya, dan
ia tidak dicela oleh nafsunya, lalu tidak siap menerima celaan dalam
menggapai ridla-Nya. Dialah yang dicela oleh Allah.
NAFSU AMMARAH BIS SUU'
Inilah
nafsu yang tercela. Ia selalu mengajak kepada keburukan, dan itu memang
tabiatnya. Tidak ada seorang pun yang dapat selamat dari kejahatannya
selain orang-orang yang mendapatkan taufiq dari Allah subhanahu wa
ta'ala. Allah mengisahkan tentang istri menteri al-Aziz,
"Dan aku
tidak berlepas tangan dari nafsuku. Sesungguhnya nafsu itu selalu
menyeru kepada kejahatan. Kecuali yang diberi rahmat oleh Rabbku.
Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS Yusuf: 53)
Dan firman-Nya,
"Sekiranya
bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, niscaya tidak ada
seorangpun dari kalian yang bersih-suci, selamat-lamanya." (QS An-Nur:
21)
Rasulullah shalalallahu alaihi wa salam mengajarkan kepada para sahabat khutbah hajah,
"Segala
puji bagi Allah. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan memohon
ampunan kepada-Nya. Kita juga berlindung kepada Allah dari kejahatan
nafsu kita dan keburukan amal-amal kita."
Kejahatan itu tersimpan
di dalam nafsu. Ia akan mengajak kepada amal-amal yang buruk. Apabila
Allah membiarkan seorang hamba bersama nafsunya, ia akan binasa di
tengah-tengah kejahatan nafsu dan amal buruknya. Apabila Allah
memberikan taufiq dan memberikan pertolongan kepadanya, niscaya
selamatlah ia dari semuanya. Oleh karenanya kita memohon kepada Allah
yang maha Agung untuk melindungi kita dari kejahatan nafsu dan amal
buruk kita.
Ringkas kata, nafsu itu satu saja. Ia bisa menjadi
ammarah, lawwamah atau muthmainnah, yang merupakan puncak kebaikan dan
kesempurnaannya.
http://jilbab.or.id/archives/258-tiga-karakteristik-nafsu/