I. PENDAHULUAN
Potensi sumber daya batubara di
Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera.
Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 120,53 miliar ton
sumber daya batubara dan 31,35 miliar ton cadangan batu bara. Kualitas suatu
batubara dapat ditentukan dengan cara analisa parameter tertentu baik secara
fisik maupun secara kimia. Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara
dilakukan analisa kimia pada batubara di laboratorium yang diantaranya berupa
analisis proksimat, analisis ultimat dan nilai kalor.
Batubara menjadi salah satu sumber
material utama yang digunakan dalam pembuatan bahan bakar. Batubara merupakan
sumber daya alam yang berfungsi bukan hanya sebagai bahan bakar mesin uap,
tetapi juga mampu digunakan sebagai pembangkit listrik dalam bidang industri (Brown and Spiegel 2017)
Ardian A. Menjelaskan bahwa secara umum
batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan purba yang mengalami pengendapan pada
kondisi tertentu selama jutaan tahun. Pada kondisi tertentu disini yaitu pada
kondisi dimana tumbuhan purba tersebut terendapkan pada area tanpa oksigen, sehingga
bakteri aerob yang akan membusukkan tumbuhan tersebut tidak mampu berkembang
dengan baik. Dengan pengendapan yang lama dengan bantuan tekanan dan suhu yang
tinggi maka setelah jutaan tahun akan mengalami proses pembatubaraan (coalification), terbentuklah
gambut, lignit, sub-bituminus, bituminous, kemudian antrasit secara berurutan
berdasarkan kualitas batubara tersebut. Sebenarnya berdasarkan teori tempat
terbentuknya, terdapat 2 teori yang dikenal, teori insitu dan teori drift. Pada
teori insitu batubara terbentuk ditempat tumbuhan purba tersebut ada, sedangkan
teori drift.
Material bahan bakar yang penggunaannya mencapai 40% khususnya dalam penghasil listrik adalah batubara (Andrianopoulos, et.al, 2015). Batubara menjadi salah satu sumber material utama yang digunakan dalam pembuatan bahan bakar. Batubara merupakan sumber daya alam yang berfungsi bukan hanya sebagai bahan bakar mesin uap, tetapi juga mampu digunakan sebagai pembangkit listrik dalam bidang industri (Brown and Spiegel 2017). Saat ini, keberadaan batubara didunia semakin menipis akibat penambangan-penambangan yang terus dilakukan. Pembentukan batubara secara sempurna harus ditempuh dalam kurun waktu wang sangat lama.
Batubara berbentuk bahan bakar fosil padat yang pembentukannya diperoleh dari hasil peatifikasi, diagenesis dan metamorfosis tanaman. Tahap peatifikasi terjadi pada daerah perairan atau rawa-rawa sehingga kadar air pada gambut menjadi meningkat. Selanjutnya, pada tahap diagenetik mulai terjadi pemadatan gambut dan mulai berkurangnya kadar air (dehidrasi) serta terbentuknya gas metana. Kedalaman dari tumpukan gambut sangat mempengaruhi metamorfosis dari batubara. Kedudukan dan letak berbanding lurus dengan suhu serta tekanan yang mengakibatkan batubara mengalami perubahan fisik dan kimia. Tahap inilah yang disebut dengan metamorfosis (Song et al. 2017)
Di Indonesia, endapan batubara yang
bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat
Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan),
pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai
batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun
yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang
lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara
ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang
mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tegolong kubah gambut yang
terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun.
Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi di mana
mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan
membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal
secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya,
endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi.
Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran
pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini
di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan
II. ANALISIS BATUBARA
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara di laboratorium yang diantaranya berupa analisis proksimat, analisis ultimat dan nilai kalor. Analisis Proksimat bertujuan untuk mengkuantifikasi nilai moisture atau air yang dikandung batubara, baik air permukaan (free moisture) maupun air bawaan (inherent moisture), kemudian mengkuantifikasi pula kandungan abu (ash), zat terbang (volatile matters), dan karbon tertambat (fixed carbon).
Penentuan proksimat merupakan metode
awal dalam penentuan kualitas batubara yang meliputi penentuan kandungan kadar
air, zat terbang, abu dan karbon tertambat dalam batubara. Standard Operation
Prosedur (SOP) analisis proksimat diperlukan untuk memberikan acuan bagi analis
untuk menghasilkan nilai hasil uji yang presisi dan akurat.
Dengan mengetahui kadar air dan abu
dapat memperkirakan berapa nilai kalori dari batubara dimana semakin tinggi
kadar air dan abu akan menghasilkan kalori yang rendah. Zat terbang juga salah
satu pengotor dalam batubara dan dapat menentukan range batubara selain nilai
kalor. Keberadaan zat terbang yang tinggi dapat menyebabkan batubara terbakar
dengan sendiri (self burning). Karena sangat pentingnya parameter proksimat
dalam batubara diperlukan analisis yang presisi dan akurat dalam metode
analisisnya.
Analisis Proksimat digunakan untuk
menentukan kelas (Rank) dari
batubara, Analisis ini memiliki 4 parameter utama yaitu :
1. Kadar Air ( Moiture )
Kadar air adalah kandungan air yang terdapat pada batubara.
Kadar air ini sendiri dapat dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu :
a.Kadar Air
Bebas ( Free Surface Moisture )
Kadar
air bebas adalah air yang menempel pada permukaan batubara yang berasal dari
air hujan dan juga air semprotan yang mana akan mudah menguap dalam kondisi
laboratorium.
b.Kadar Air
Bawaan (Inherent Moisture)
Kadar
air bawaan adalah kadar air yang terdapat pada ronga / pori-pori dan mineral
yang terdapat dalam batubara. Air ini dapat dihilangkan pada suhu 1050C
– 1100C
c.Kadar Air
total
Kadar
air total adalah Jumlah dari kadar air bebas ditambah dengan jumlah kadar air
bawaan.
2. Kadar Abu (Ash)
Kadar abu adalah kandungan bahan inorganik yang tertinggal
atau tidak terbakar sewaktu batubara dibakar pada suhu 8150C
3. Zat Terbang (Volatile
matter)
Zat Terbang adalah komponen-komponen dalam batubara yang
dapat lepas atau menguap pada saat dipanaskan
diruang hampa udara pada suhu 9000C. Zat terbang ini meliputi
zat terbang mineral (volatile mineral matter) dan zat terbang
organik (volatile organic matter).
4. Karbon Tertambat (Fixed
carbon)
Karbon tertambat merupakan jumlah karbon yang tertambat pada
batubara setelah kandungan-kandungan air, abu dan zat terbangnya dihilangkan.
Penyusunan SOP analisis kimia proksimat
batubara diperlukan untuk memberikan
acuan atau pedoman standar bagi analis dalam mengidentifikasi, mengevaluasi,
mengembangkan dan memonitor kegiatan analisis tersebut baik secara instrumen
atau manual untuk mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian (human error)
serta dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari pekerjaan tersebut.
Dalam penyusunan ini juga dibandingkan dua metode, proksimat instrumen dengan
manual menggunakan analisis statistik uji T.
Penyusunan SOP Analisis Proksimat conto
batubara secara instrumen dan manual dilakukan dengan mempelajari dan
mengadopsi metode baku baik dari ASTM dan ISO, kemudian dimodifikasi dengan
penambahan materi dari manual book alat analisis proksimat yang digunakan di
laboratorium. Conto batubara dari daerah Muara Enim, Sumatera Selatan dan
daerah Banten dianalisis proksimat menggunakan intrumen atau manual,
selanjutnya dibandingkan kedua hasilnya menggunakan uji T.
Standar
Operasional Prosedur (SOP) Analisis Kimia Proksimat Batubara
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Analisis Kimia Proksimat Batubara ini meliputi dua metode, yaitu metode
analisis proksimat batubara dengan menggunakan instrumen dan metode analisis
proksimat batubara dengan metode manual. Acuan yang dipergunakan untuk Standar
Operasional Prosedur (SOP) Analisis Kimia Proksimat Batubara ini adalah sebagai
berikut :
1. ASTM D 2013/D 2013M-09 Standard Practice for Preparing Coal
Samples for Analysis
2. ASTM D5142-09 Standard Test Methods for Proximate Analysis
of the Analysis Sample of Coal and Coke by Instrumenal Procedures (Withdrawn
2010)
3. ASTM D7582-10 Standard test Methods for Proximate Analysis
of Coal and Coke by macro Thermogravimetric Analysis
4. ISO 11722:1999 Solid Mineral fuels – Hard Coal –
Determination of Kadar air in the general analysis test sample by drying in
nitrogen
5. ISO 562 : 1998 Hard Coal and Coke – Determination of Zat
terbang Matter
6. ISO 1171:1997 Solid Mineral Fuels – Determination of Ash
Content
7.
ASTM
D3172-07a Standard Practice for Proximate Analysis of Coal and Coke
8.
Manual Book
Instrument Thermogravimetry Analysis TGA 601
SOP Proksimat Batubara meliputi
analisis kadar air (moisture), kadar zat terbang (volatile matter), kadar abu
(ash) dan karbon tertambat (fixed carbon) dari conto batubara dengan
menggunakan instrumen TGA dan secara manual menggunakan alat Carbolite.
Prinsip dari analisis proksimat adalah
secara gravimetri yaitu pengukuran berdasar perbedaan berat setelah dilakukan
pemanasan. Pemanasan untuk analisis kadar air dilakukan pada temperatur 105 –
1100C, sedangkan untuk zat terbang pada temperatur 950oC
untuk proksimat instrumen dan 9000C untuk proksimat manual selama 7
menit. Temperatur untuk kadar abu adalah 7500C untuk proksimat
instrumen dan 8150C untuk proksimat manual.
SOP
Analisis Penentuan Kadar Air
Alat dan Bahan
· Oven (minimum free space oven)
· Cawan timbang dengan
tutup,
· Neraca Analitik
· Penjepit Cawan,
· Desikator,
· Gas nitrogen,
· Batubara 212 µm.
Prosedur / Cara Kerja
1. Atur suhu oven pada temperatur 1050C sampai 1100C
sambil mengalirkan gas nitrogen.
2. Timbang 1,0000 gram
contoh batubara kedalam
botol timbang yang telah diketahui beratnya. Tempatkan
tutup botol timbang dibawah masing–masing botol tsb.
3. Masukkan botol timbang berisi contoh kedalam oven. Panaskan
botol timbang berisi contoh selama 1 ½ - 3 jam.
4. Angkat botol timbang berisi contoh yang sudah kering dari
dalam oven, dan letakkan di atas lempengan logam sambil ditutup.
5. Biarkan selama 10 menit, selanjutnya pindahkan kedalam
desikator.
6. Timbang bila sudah dingin.
7.
Bila
pemanasan belum sempurna ulangi pemanasan ± 30 menit dan perbedaan penimbangan
tidak lebih dari 1 mg.
Perhitungan: Kadar air contoh batubara
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
x 100 %
Dimana :
· Mad adalah kadar air lembab dari contoh batubara (%),
· m1 adalah berat cawan dan tutup (gram),
· m2 adalah berat cawan dan tutup + contoh sebelum
dipanaskan (gram),
· m3 adalah berat cawan dan tutup + conto setelah
dipanaskan (gram)
III. Peningkatan Mutu Batubara
Berbagai proses peningkatan mutu
batubara telah dikembangkan di dunia, berikut
adalah beberapa diantaranya yang dapat dikatagorikan cukup berhasil:
1. Proses Energy-efficient coal dewatering
Merupakan proses yang menggunakan
liquefied dimethyl ether (OrvlE). Proses
ini dikembangkan oleh Energy Engineering Research Laboratory, Central Research Institute of
Electric Power Industry (CRIEPI), Jepang. Peneliti Kanda dkk (2010) menyatakan
bahwa meskipun penelitian mereka masih dalam skala laboratorium dan benchscale
akan tetapi proses yang mereka kembangkan diyakini akan cukup menjanjikan, karena tidak saja efisien, tetapi
juga efektif. Batubara hasil proses dewatering tidak mengalami perubahan
karakteristik dari batubara asalnya.
Jumlah energi yang dikonsumsi per kg air yang dipisahkan adalah sekitar 2069 kJ, untuk penelitian dengan
menggunakan bench-scale unit. Proses ini
mempunyai kemiripan dengan proses yang dikaji dalam program penelitian yang saat ini sedang
dilaksanakan.
2.
Proses "White Coal Technology"
Proses ini dikembangkan oleh White Energy Co, Ltd oi Sydney Australia,
Dengan proses pengeringan yang relatif sederhana diikuti dengan stabilisasi
fisik dan kimia melalui proses briquetting tanpa perekat (binder), batubara
sub-bituminus ditingkatkan mutunya menjadi batubara setara bituminous, Menurut
White Energy Co,Ltd, teknologi yang mereka kembangkan mempunyai kelebihan dalam
pengoperasian dan biaya, serta bisa mengolah secara komersial batubara mutu
rendah dengan kandungan
air yang tinggi dalam jumlah yang besar. Masih menurut
pemilik teknologi, proses ini menyediakan batubara yang lebih bersih dan lebih efisien
untuk dibakar di pembangkit listrik maupun diterapkan di industri yang lain.
3.
Proses Hydrothermal upgrading
Proses pengolahan ini dikembangkan oleh
Departement of Chemical Engineering-Kyoto University, Jepang yang terdiri dari
3 cara/metoda pengolahan, yaitu : 1 ).cara konvensional dengan menambahkan
extra air sebelum batubaradiolah; 2).cara atau metoda "asreceived"
atau pengolahan tanpa extra air, dan yang terakhir adalah 3) . metoda separasi
, yang memisahkan air dan batubara secara fisika. Upgrading dengan teknik
separasi menghasilkan proses pengeringan yang lebih efektif pada temperatur
350°C, dimana kandungan air dalam batubara dapat diturunkan dari 59% hingga
tinggal 6%, menghasilkan batubara dengan nilai kalar yang tinggi. Akan tetapi
pengolahan pada suhu diatas 300°C menyebabkan bahan mudah terbang (volatile
matter) ikut menguap ini berdampak pada sifat atau karakteristik batubara
produk berbeda dengan batubara asalnya. Dampak lainnya adalah sifat mudah terbakar
batubara asalnya akan berkurang secara signifikan.
4. Hot
Water Drying EERC (Energy & Environmental Research Center)
University of North Dakota di Grand
Forks, North Dakota, USA telah mengembangkan proses peningkatan mutu batubara
muda yang disebut dengan "hot-water-drying process" yang pada
prinsipnya merupakan proses pressure-cooking batubara dengan medium air. Batubara
dipisahkan dengan airnya pada kondisi yang mirip dengan proses pada saat
batubara sedang mengalami natural metamorphism, akan tetapi metamorphism nya
dicapai pada kondisi tekanan yang tinggi. Pada kondisi
tekanan dan temperatur tinggi yang sesuai, lignite tidak hanya
akan kehilangan airnya yang terikat secara kimia, tetapi juga berada dalam keadaan
dimana tidak akan mengabsorpsi kembali airnya apabila batubara tersebut ditahan
dalam air pada tekanan tinggi. Hal ini akan berdampak pada perubahan dalam
batubara muda, dimana tar yang terbentuk akan menutupi pori-pori nya.
5. Steam
Tube Orying (STO)
Proses pengeringan batubara muda ini
dikembangkan oleh Tsukishima Kikai Proses pengeringan batubara muda ini
dikembangkan oleh Tsukishima Kikai Co, Ltd, Jepang yang pada prinsipnya memanfaatkan
uap turbin pada pembangkit listrik untuk mengeringkan batubara, dengan demikian
dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi
konsumsi batubara dan emisi C02. Saat ini Tsukishimakikai CO.
telah memasok lebih dari 500 unit STO untuk berbagai aplikasi. Maksimum kapasitas
STO yang pernah diproduksi adalah 500 ton/jam untuk pengeringan cooking coal
dengan hanya menggunakan 1 dryer saja berukuran 4,2 m x 35,5 m yang
dioperasikan selama 1 tahun tanpa kendala. Proses STO pada dasarnya merupakan
proses Indirect heating drying, sehingga volume gas buangnya dapat diperkecil.
Mekanisme prosesnya seperti pada Kiln mechanism dimana batubara dimasukkan kedalam
shell sedangkan uap panas masuk kedalam tube. STO predryingdapat diterapkan
pada pembangkit listrik yang sudah ada, yang akan dibangun maupun sistim
gasifikasi untuk IGCC dan SNG.