Rabu, 11 Desember 2013

Nafsu

"Adapun orang yang durhaka, lagi mengutamakan kehidupan dunia. Maka neraka Jahimlah tempat tinggalnya. Sedangkan orang yang takut akan kebesaran Rabbnya, lagi menahan diri dari hawa nafsunya. Maka surgalah tempat tinggalnya. (QS An-Nazi'at: 37-41)

Nafsu itu menyeru kepada sikap durhaka dan mendahulukan dunia. Sedangkan Allah subhanahu wa talaa menyeru hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan diri dari hawa nafsunya. Jadi, hati manusia itu ada di antara dua penyeru. Kadangkala ia condong kepada yang satu, dan kadang pula condong kepada yang lainnya. Di sinilah ujian dan cobaan.

Di dalam al-Qur'an Allah subhanahu wa ta'ala menyebut nafsu dengan tiga sifat: muthmainnah, lawwaamah dan ammaarah bis suu'.


NAFSU MUTHMAINNAH

Apabila nafsu tenang dan tentram dengan dzikrullah, tunduk kepada-Nya, rindu akan perjumpaan dengan-Nya, serta jinak kala dekat dengan-Nya, maka kepadanya dikatakan – ketika menemui ajalnya -,
"Wahai nafsu muthmainnah! Pulanglah kepada Rabbmu dengan penuh ridla dan diridlai! (QS Al-Fajr: 27-28)
Ibnu Abbas menafsirkan muthmainnah dengan mushaddiqah, membenarkan kebenaran.
Qatadah berkata, Yaitu seorang mukmin yang nafsunya tenang dengan apa yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Tenang di pintu ma'rifah terhadap asma' dan shifat-Nya dengan berdasarkan kabar dari-Nya (al-Qur'an) dan dari Rasul-Nya (as-Sunnah). Tenang atas kabar yang datang tentang apa yang terjadi setelah kematian, alam barzakh, dan kejadian di hari kiamat, seakan-akan melihatnya dengan mata telanjang. Tentram atas takdir Allah, menerima dan meridhainya, tidak benci dan berkeluh kesah, tidak pula terguncang keimanannya, tidak berputus asa atas sesuatu yang lepas darinya, pun tidak berbangga atas apa yang dimilikinya. Sebab, semua musibah telah ditakdirkan oleh-Nya jauh sebelum musibah itu sampai kepadanya, bahkan sebelum ia diciptakan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

"Tidak ada musibah yang datang kecuali dengan izin dari Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya". (QS At-Taghabun: 11)

NAFSU LAWWAMAH

Ia adalah nafsu yang selalu berubah keadaan. Ia sering berbalik, berubah warna. Kadang ia ingat, kadang alpa. Kadang ia sadar, kadang berpaling. Kadang ia cinta, kadang benci, kadang ia gembira, kadang sedih. Kadang ia ridla, kadang murka. Kadang ia taat, dan kadang ia khianat.

Sebagian orang mendefinisikannya sebagai nafsu seorang mukmin. Al-Hasan al-Bashri berujar, "Seorang mukmin itu selalu mencela (lawwamah artinya banyak mencela, pent) dirinya. Ia terus berkata: Apa yang kau inginkan dari semua ini? Mengapa kau lakukan ini? Sungguh ini lebih baik daripada yang ini! Atau yang semisalnya."
Ada juga yang mengartikannya dengan celaan pada hari kiamat. Pada hari itu setiap pribadi akan mencela dirinya sendiri. Jika ia pendurhaka, atas kedurhakaannya, dan jika ia seorang yang taat, atas keteledoran dan kekurangannya. Ibnul Qoyyim berkata, "Semua pengertian di atas benar."

Lawwamah itu ada dua. Lawwamah yang tercela dan lawwamah yang sebaliknya.

Yang pertama adalah nafsu yang dungu dan menganiaya diri sendiri. Ia dicela oleh Allah dan para malaikat. Sedangkan yang kedua adalah nafsu yang selalu mencela pemiliknya karena kekurangannya dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala – padahal ia sudah berusaha sekuatnya – Nafsu ini tidak dicela. Bahkan nafsu yang paling utama adalah nafsu yang mencela diri atas kekurangtaatannya kepada Allah, dan ia siap menerima celaan dalam menggapai ridla-Nya. Demikianlah ia terbebas dari celaan Allah. Berbeda dengan orang yang puas atas amal yang dikerjakannya, dan ia tidak dicela oleh nafsunya, lalu tidak siap menerima celaan dalam menggapai ridla-Nya. Dialah yang dicela oleh Allah.

NAFSU AMMARAH BIS SUU'

Inilah nafsu yang tercela. Ia selalu mengajak kepada keburukan, dan itu memang tabiatnya. Tidak ada seorang pun yang dapat selamat dari kejahatannya selain orang-orang yang mendapatkan taufiq dari Allah subhanahu wa ta'ala. Allah mengisahkan tentang istri menteri al-Aziz,

"Dan aku tidak berlepas tangan dari nafsuku. Sesungguhnya nafsu itu selalu menyeru kepada kejahatan. Kecuali yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS Yusuf: 53)

Dan firman-Nya,

"Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, niscaya tidak ada seorangpun dari kalian yang bersih-suci, selamat-lamanya." (QS An-Nur: 21)

Rasulullah shalalallahu alaihi wa salam mengajarkan kepada para sahabat khutbah hajah,
"Segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan memohon ampunan kepada-Nya. Kita juga berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu kita dan keburukan amal-amal kita."

Kejahatan itu tersimpan di dalam nafsu. Ia akan mengajak kepada amal-amal yang buruk. Apabila Allah membiarkan seorang hamba bersama nafsunya, ia akan binasa di tengah-tengah kejahatan nafsu dan amal buruknya. Apabila Allah memberikan taufiq dan memberikan pertolongan kepadanya, niscaya selamatlah ia dari semuanya. Oleh karenanya kita memohon kepada Allah yang maha Agung untuk melindungi kita dari kejahatan nafsu dan amal buruk kita.

Ringkas kata, nafsu itu satu saja. Ia bisa menjadi ammarah, lawwamah atau muthmainnah, yang merupakan puncak kebaikan dan kesempurnaannya.

http://jilbab.or.id/archives/258-tiga-karakteristik-nafsu/