Sabtu, 15 November 2014

ANALISIS PROKSIMAT PADA BATUBARA

I.       PENDAHULUAN 

Potensi sumber daya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 120,53 miliar ton sumber daya batubara dan 31,35 miliar ton cadangan batu bara. Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa parameter tertentu baik secara fisik maupun secara kimia. Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara di laboratorium yang diantaranya berupa analisis proksimat, analisis ultimat dan nilai kalor.

Batubara menjadi salah satu sumber material utama yang digunakan dalam pembuatan bahan bakar. Batubara merupakan sumber daya alam yang berfungsi bukan hanya sebagai bahan bakar mesin uap, tetapi juga mampu digunakan sebagai pembangkit listrik dalam bidang industri (Brown and Spiegel 2017)

Ardian A. Menjelaskan bahwa secara umum batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan purba yang mengalami pengendapan pada kondisi tertentu selama jutaan tahun. Pada kondisi tertentu disini yaitu pada kondisi dimana tumbuhan purba tersebut terendapkan pada area tanpa oksigen, sehingga bakteri aerob yang akan membusukkan tumbuhan tersebut tidak mampu berkembang dengan baik. Dengan pengendapan yang lama dengan bantuan tekanan dan suhu yang tinggi maka setelah jutaan tahun akan mengalami proses pembatubaraan (coalification), terbentuklah gambut, lignit, sub-bituminus, bituminous, kemudian antrasit secara berurutan berdasarkan kualitas batubara tersebut. Sebenarnya berdasarkan teori tempat terbentuknya, terdapat 2 teori yang dikenal, teori insitu dan teori drift. Pada teori insitu batubara terbentuk ditempat tumbuhan purba tersebut ada, sedangkan teori drift.
 
Material bahan bakar yang penggunaannya mencapai 40% khususnya dalam penghasil listrik adalah batubara (Andrianopoulos, et.al, 2015). Batubara menjadi salah satu sumber material utama yang digunakan dalam pembuatan bahan bakar. Batubara merupakan sumber daya alam yang berfungsi bukan hanya sebagai bahan bakar mesin uap, tetapi juga mampu digunakan sebagai pembangkit listrik dalam bidang industri (Brown and Spiegel 2017). Saat ini, keberadaan batubara didunia semakin menipis akibat penambangan-penambangan yang terus dilakukan. Pembentukan batubara secara sempurna harus ditempuh dalam kurun waktu wang sangat lama.
 
       Batubara berbentuk bahan bakar fosil padat yang pembentukannya diperoleh dari hasil peatifikasi, diagenesis dan metamorfosis tanaman. Tahap  peatifikasi terjadi pada daerah perairan atau rawa-rawa sehingga kadar air pada gambut menjadi meningkat. Selanjutnya, pada tahap diagenetik mulai terjadi pemadatan gambut dan mulai berkurangnya kadar air (dehidrasi) serta terbentuknya gas metana. Kedalaman dari tumpukan gambut sangat mempengaruhi metamorfosis dari batubara. Kedudukan dan letak berbanding lurus dengan suhu serta tekanan yang mengakibatkan batubara mengalami perubahan fisik dan kimia. Tahap inilah yang disebut dengan metamorfosis (Song et al. 2017)

     Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi di mana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan

II.  ANALISIS BATUBARA
 
       Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara di laboratorium yang diantaranya berupa analisis proksimat, analisis ultimat dan nilai kalor. Analisis Proksimat bertujuan untuk mengkuantifikasi nilai moisture atau air yang dikandung batubara, baik air permukaan (free moisture) maupun air bawaan (inherent moisture), kemudian mengkuantifikasi pula kandungan abu (ash), zat terbang (volatile matters), dan karbon tertambat (fixed carbon). 

Penentuan proksimat merupakan metode awal dalam penentuan kualitas batubara yang meliputi penentuan kandungan kadar air, zat terbang, abu dan karbon tertambat dalam batubara. Standard Operation Prosedur (SOP) analisis proksimat diperlukan untuk memberikan acuan bagi analis untuk menghasilkan nilai hasil uji yang presisi dan akurat.

Dengan mengetahui kadar air dan abu dapat memperkirakan berapa nilai kalori dari batubara dimana semakin tinggi kadar air dan abu akan menghasilkan kalori yang rendah. Zat terbang juga salah satu pengotor dalam batubara dan dapat menentukan range batubara selain nilai kalor. Keberadaan zat terbang yang tinggi dapat menyebabkan batubara terbakar dengan sendiri (self burning). Karena sangat pentingnya parameter proksimat dalam batubara diperlukan analisis yang presisi dan akurat dalam metode analisisnya. 
 
 Analisis Proksimat digunakan untuk menentukan kelas (Rank) dari batubara, Analisis ini memiliki 4 parameter utama yaitu : 

1. Kadar Air ( Moiture )
Kadar air adalah kandungan air yang terdapat pada batubara. Kadar air ini sendiri dapat dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu :
a.Kadar Air Bebas ( Free Surface Moisture )
Kadar air bebas adalah air yang menempel pada permukaan batubara yang berasal dari air hujan dan juga air semprotan yang mana akan mudah menguap dalam kondisi laboratorium.
b.Kadar Air Bawaan (Inherent Moisture)
Kadar air bawaan adalah kadar air yang terdapat pada ronga / pori-pori dan mineral yang terdapat dalam batubara. Air ini dapat dihilangkan pada suhu 1050C – 1100C
c.Kadar Air total
Kadar air total adalah Jumlah dari kadar air bebas ditambah dengan jumlah kadar air bawaan.

2. Kadar Abu (Ash)
Kadar abu adalah kandungan bahan inorganik yang tertinggal atau tidak terbakar sewaktu batubara dibakar pada suhu 8150C

3. Zat Terbang (Volatile matter)
Zat Terbang adalah komponen-komponen dalam batubara yang dapat lepas atau menguap pada saat dipanaskan  diruang hampa udara pada suhu 9000C. Zat terbang ini meliputi zat terbang  mineral (volatile mineral matter) dan zat terbang organik (volatile organic matter).

4. Karbon Tertambat (Fixed carbon)
Karbon tertambat merupakan jumlah karbon yang tertambat pada batubara setelah kandungan-kandungan air, abu dan zat terbangnya dihilangkan.

Penyusunan SOP analisis kimia proksimat batubara diperlukan untuk  memberikan acuan atau pedoman standar bagi analis dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, mengembangkan dan memonitor kegiatan analisis tersebut baik secara instrumen atau manual untuk mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian (human error) serta dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari pekerjaan tersebut. Dalam penyusunan ini juga dibandingkan dua metode, proksimat instrumen dengan manual menggunakan analisis statistik uji T.
      
Penyusunan SOP Analisis Proksimat conto batubara secara instrumen dan manual dilakukan dengan mempelajari dan mengadopsi metode baku baik dari ASTM dan ISO, kemudian dimodifikasi dengan penambahan materi dari manual book alat analisis proksimat yang digunakan di laboratorium. Conto batubara dari daerah Muara Enim, Sumatera Selatan dan daerah Banten dianalisis proksimat menggunakan intrumen atau manual, selanjutnya dibandingkan kedua hasilnya menggunakan uji T.

Standar Operasional Prosedur (SOP) Analisis Kimia Proksimat Batubara

Standar Operasional Prosedur (SOP) Analisis Kimia Proksimat Batubara ini meliputi dua metode, yaitu metode analisis proksimat batubara dengan menggunakan instrumen dan metode analisis proksimat batubara dengan metode manual. Acuan yang dipergunakan untuk Standar Operasional Prosedur (SOP) Analisis Kimia Proksimat Batubara ini adalah sebagai berikut :

1. ASTM D 2013/D 2013M-09 Standard Practice for Preparing Coal Samples for Analysis
2. ASTM D5142-09 Standard Test Methods for Proximate Analysis of the Analysis Sample of Coal and Coke by Instrumenal Procedures (Withdrawn 2010)
3. ASTM D7582-10 Standard test Methods for Proximate Analysis of Coal and Coke by macro Thermogravimetric Analysis
4. ISO 11722:1999 Solid Mineral fuels – Hard Coal – Determination of Kadar air in the general analysis test sample by drying in nitrogen
5. ISO 562 : 1998 Hard Coal and Coke – Determination of Zat terbang Matter
6. ISO 1171:1997 Solid Mineral Fuels – Determination of Ash Content
7.                ASTM D3172-07a Standard Practice for Proximate Analysis of Coal and Coke
8.                Manual Book Instrument Thermogravimetry Analysis TGA 601

SOP Proksimat Batubara meliputi analisis kadar air (moisture), kadar zat terbang (volatile matter), kadar abu (ash) dan karbon tertambat (fixed carbon) dari conto batubara dengan menggunakan instrumen TGA dan secara manual menggunakan alat Carbolite.
     
 Prinsip dari analisis proksimat adalah secara gravimetri yaitu pengukuran berdasar perbedaan berat setelah dilakukan pemanasan. Pemanasan untuk analisis kadar air dilakukan pada temperatur 105 – 1100C, sedangkan untuk zat terbang pada temperatur 950oC untuk proksimat instrumen dan 9000C untuk proksimat manual selama 7 menit. Temperatur untuk kadar abu adalah 7500C untuk proksimat instrumen dan 8150C untuk proksimat manual.

SOP Analisis Penentuan Kadar Air 
Alat dan Bahan
·      Oven (minimum free space oven)
·      Cawan  timbang dengan tutup,
·      Neraca Analitik
·      Penjepit Cawan,
·      Desikator,
·      Gas nitrogen,
·      Batubara 212 µm.

Prosedur / Cara Kerja
1. Atur suhu oven pada temperatur 1050C sampai 1100C sambil mengalirkan gas nitrogen.
2. Timbang 1,0000 gram  contoh  batubara  kedalam  botol  timbang  yang telah diketahui beratnya. Tempatkan tutup botol timbang dibawah masing–masing botol tsb.
3. Masukkan botol timbang berisi contoh kedalam oven. Panaskan botol timbang berisi contoh selama 1 ½ - 3 jam. 
4. Angkat botol timbang berisi contoh yang sudah kering dari dalam oven, dan letakkan di atas lempengan logam sambil ditutup.
5. Biarkan selama 10 menit, selanjutnya pindahkan kedalam desikator.
6. Timbang bila sudah dingin.
7.                Bila pemanasan belum sempurna ulangi pemanasan ± 30 menit dan perbedaan penimbangan tidak lebih dari 1 mg.

Perhitungan: Kadar air contoh batubara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :     
  x 100 %                     
     Dimana :
·      Mad adalah kadar air lembab dari contoh batubara (%),
·      m1 adalah berat cawan dan tutup (gram),
·      m2 adalah berat cawan dan tutup + contoh sebelum dipanaskan (gram),
·      m3 adalah berat cawan dan tutup + conto setelah dipanaskan (gram)

III.  Peningkatan Mutu Batubara
Berbagai proses peningkatan mutu batubara telah dikembangkan di dunia,  berikut adalah beberapa diantaranya yang dapat dikatagorikan cukup berhasil:
1.  Proses Energy-efficient coal dewatering
Merupakan proses yang menggunakan liquefied dimethyl ether  (OrvlE). Proses ini dikembangkan oleh Energy Engineering Research  Laboratory, Central Research Institute of Electric Power Industry (CRIEPI), Jepang. Peneliti Kanda dkk (2010) menyatakan bahwa meskipun penelitian mereka masih dalam skala laboratorium dan benchscale akan tetapi proses yang mereka kembangkan diyakini akan cukup  menjanjikan, karena tidak saja efisien, tetapi juga efektif. Batubara hasil proses dewatering tidak mengalami perubahan karakteristik dari batubara  asalnya. Jumlah energi yang dikonsumsi per kg air yang dipisahkan adalah  sekitar 2069 kJ, untuk penelitian dengan menggunakan bench-scale unit.  Proses ini mempunyai kemiripan dengan proses yang dikaji dalam  program penelitian yang saat ini sedang dilaksanakan.

2. Proses "White Coal Technology"
Proses ini dikembangkan oleh White Energy Co, Ltd oi Sydney Australia, Dengan proses pengeringan yang relatif sederhana diikuti dengan stabilisasi fisik dan kimia melalui proses briquetting tanpa perekat (binder), batubara sub-bituminus ditingkatkan mutunya menjadi batubara setara bituminous, Menurut White Energy Co,Ltd, teknologi yang mereka kembangkan mempunyai kelebihan dalam pengoperasian dan biaya, serta bisa mengolah secara komersial batubara mutu rendah dengan kandungan
air yang tinggi dalam jumlah yang besar. Masih menurut pemilik teknologi, proses ini menyediakan batubara yang lebih bersih dan lebih efisien untuk dibakar di pembangkit listrik maupun diterapkan di industri yang lain.

3. Proses Hydrothermal upgrading
Proses pengolahan ini dikembangkan oleh Departement of Chemical Engineering-Kyoto University, Jepang yang terdiri dari 3 cara/metoda pengolahan, yaitu : 1 ).cara konvensional dengan menambahkan extra air sebelum batubaradiolah; 2).cara atau metoda "asreceived" atau pengolahan tanpa extra air, dan yang terakhir adalah 3) . metoda separasi , yang memisahkan air dan batubara secara fisika. Upgrading dengan teknik separasi menghasilkan proses pengeringan yang lebih efektif pada temperatur 350°C, dimana kandungan air dalam batubara dapat diturunkan dari 59% hingga tinggal 6%, menghasilkan batubara dengan nilai kalar yang tinggi. Akan tetapi pengolahan pada suhu diatas 300°C menyebabkan bahan mudah terbang (volatile matter) ikut menguap ini berdampak pada sifat atau karakteristik batubara produk berbeda dengan batubara asalnya. Dampak lainnya adalah sifat mudah terbakar batubara asalnya akan berkurang secara signifikan.


4. Hot Water Drying EERC (Energy & Environmental Research Center) 
University of North Dakota di Grand Forks, North Dakota, USA telah mengembangkan proses peningkatan mutu batubara muda yang disebut dengan "hot-water-drying process" yang pada prinsipnya merupakan proses pressure-cooking batubara dengan medium air. Batubara dipisahkan dengan airnya pada kondisi yang mirip dengan proses pada saat batubara sedang mengalami natural metamorphism, akan tetapi metamorphism nya dicapai pada kondisi tekanan yang tinggi. Pada kondisi
tekanan dan temperatur tinggi yang sesuai, lignite tidak hanya akan kehilangan airnya yang terikat secara kimia, tetapi juga berada dalam keadaan dimana tidak akan mengabsorpsi kembali airnya apabila batubara tersebut ditahan dalam air pada tekanan tinggi. Hal ini akan berdampak pada perubahan dalam batubara muda, dimana tar yang terbentuk akan menutupi pori-pori nya.

5. Steam Tube Orying (STO)
Proses pengeringan batubara muda ini dikembangkan oleh Tsukishima Kikai Proses pengeringan batubara muda ini dikembangkan oleh Tsukishima Kikai Co, Ltd, Jepang yang pada prinsipnya memanfaatkan uap turbin pada pembangkit listrik untuk mengeringkan batubara, dengan demikian dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi
konsumsi batubara dan emisi C02. Saat ini Tsukishimakikai CO. telah memasok lebih dari 500 unit STO untuk berbagai aplikasi. Maksimum kapasitas STO yang pernah diproduksi adalah 500 ton/jam untuk pengeringan cooking coal dengan hanya menggunakan 1 dryer saja berukuran 4,2 m x 35,5 m yang dioperasikan selama 1 tahun tanpa kendala. Proses STO pada dasarnya merupakan proses Indirect heating drying, sehingga volume gas buangnya dapat diperkecil. Mekanisme prosesnya seperti pada Kiln mechanism dimana batubara dimasukkan kedalam shell sedangkan uap panas masuk kedalam tube. STO predryingdapat diterapkan pada pembangkit listrik yang sudah ada, yang akan dibangun maupun sistim gasifikasi untuk IGCC dan SNG.