Senin, 07 Mei 2012

Isolasi Limbah Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Semikonduktor Solar Cell



`I.                   PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara agraris, sehingga perubahan di bidang pertanian merupakan salah satu program utama yang terus-menerus ditingkatkan oleh pemerintah Indonesia mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di bidang pertanian. Peningkatan perubahan di bidang pertanian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi seiring dengan meningkatnya produksi pertanian (padi) timbul masalah baru, yaitu berlimpahnya limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimal seperti sekam padi.
Sekam padi merupakan salah satu produk samping dari proses penggilingan padi. Selama ini, sekam padi hanya menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sekam padi lebih sering digunakan sebagai bahan pembakar bata merah dan alas ternak (Harsono,2002). Padahal dari penelitian Shofiatun (2000) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa abu sekam padi mengandung SiO2 (silika) sekitar 95,52 %.
Abu sekam padi yang mengandung SiO2 (silika) tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan gel metasilikat. Gel metasilikat yang sudah dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai media penumbuhan kristal tunggal. Kristal tunggal adalah suatu padatan yang atom-atom dalam molekulnya diatur dalam suatu keterulangan. Sebagian padatan kristal tersusun dari jutaan kristal tunggal yang kecil yang disebut grain (Miligan,1979). Menurut Patel (1997), gel metasilikat adalah metode yang paling tepat dan sederhana untuk penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS). Kristal tunggal greenokcite (CdS) dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai semikonduktor.
Teknologi konversi energi matahari menjadi energi listrik secara langsung dengan menggunakan sel surya telah dikembangkan sejak tiga dekade yang lalu dan mengalami perkembangan pesat dalam tahun terakhir ini. Sel surya menggunakan semikonduktor sebagai komponen utama dalam proses konversi energi matahari menjadi energi listrik. Energi matahari merupakan sumber energi yang paling menjanjikan mengingat sifatnya yang berkelanjutan (sustainable) serta jumlahnya yang sangat besar. Saat ini permasalahan energi menjadi semakin kompleks, mengingat kebutuhan energi yang meningkat tetapi persediaan cadangan energi menjadi semakin sedikit. Sehingga, matahari merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kebutuhan energi masa depan (Yuliarto,2011). Dalam upaya untuk menjadikan energi surya sebagai pembangkit tenaga listrik, negara-negara maju berlomba mengembangkan sel surya agar dapat dihasilkan teknologi pembuatan sel surya yang berharga ekonomis.
Dari  informasi di atas, maka abu sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai sumber SiO2 (silika) yang berguna untuk pembuatan gel metasilikat yang selanjutnya gel metasilikat tersebut dapat digunakan sebagai media penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS). Kristal tunggal greenokcite (CdS) merupakan bahan semikonduktor sel surya yang dapat digunakan sebagai sumber energi masa depan.
1.2       Tujuan
Dari uraian pada latar belakang, tujuan dari penulisan gagasan ini adalah untuk mengetahui proses penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS) yang menggunakan bahan dasar abu sekam padi dan dalam jangka panjang digunakan sebagai semikonduktor sel surya.
1.3       Manfaat
Gagasan ini diharapkan dapat memberikan solusi pemanfaatan limbah sekam padi sebagai sumber silika untuk sintesis gel metasilikat yang digunakan sebagai media penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS) yang pemanfaatannya dalam jangka panjang sebagai bahan alternatif semikonduktor sel surya.

II.               TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Sekam Padi
Indonesia merupakan salah satu  negara penghasil beras terbesar di wilayah ASEAN. Hal ini karena negara Indonesia adalah negara agraris, sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia adalah petani. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, produksi padi di Indonesia diperkirakan mencapai 54 juta ton. Produksi padi di Indonesia yang cukup besar, memunculkan sebuah masalah baru yaitu berlimpahnya limbah pertanian, salah satunya sekam padi. Sekam padi merupakan limbah hasil penggilingan padi yang pemanfaatan sekam padi belum maksimal. Sekam padi di masyarakat hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembakaran bata merah dan  alas ternak (Harsono,2002).
Sejak tahun 2007, Institut Pertanian Bogor (IPB) sudah mengembangkan tungku sekam dengan memanfaatkan limbah sekam padi sebagai bahan bakarnya. Setelah limbah sekam padi dimanfaatkan sebagai alternatif sumber energi akan muncul limbah lainnya, diantaranya limbah abu sekam padi. Pemanfaatan limbah abu sekam padi belum banyak digunakan secara optimal selain sebagai pupuk atau media tanam (Yopi,2010).
Gambar sekam padi
2.2       Sel Surya
Jumlah energi yang begitu besar yang dihasilkan dari sinar matahari, membuat sel surya menjadi alternatif sumber energi masa depan yang sangat menjanjikan. Sel surya juga memiliki kelebihan menjadi sumber energi yang praktis mengingat tidak membutuhkan transmisi karena dapat dipasang secara modular di setiap lokasi yang membutuhkan.
Sel surya tidak memiliki ekses suara seperti pada pembangkit tenaga angin serta dapat dipasang pada hampir seluruh daerah karena hampir setiap lokasi di belahan dunia ini menerima sinar matahari. Bandingkan dengan pembangkit air yang dapat dipasang hanya pada daerah-daerah dengana aliran air tertentu. Berbagai keunggulan ini maka tidak heran jika negara-negara maju berlomba mengembangkan sel surya agar dapat dihasilkan teknologi pembuatan sel surya yang berharga ekonomis (Yuliarto,2011).
Hingga saat ini total energi listrik yang dibangkitkan dengan sel surya di seluruh dunia baru mencapai sekitar 12 GW (bandingkan dengan total penggunaan listrik dunia sebesar 10 TW). Dari 12 GW tersebut Jerman merupakan negara terbesar yang telah menginstall sel surya yaitu sebesar hampir 5 GW. Meskipun begitu setiap tahunnya terjadi peningkatan produksi sel surya pada tahun 2008 total produksi sel surya di seluruh dunia telah mencapai angka 6,22 GW. Nilai produksi yang terus meningkat ini juga terus diikuti dengan upaya untuk menurunkan harga sel surya. Berbagai teknologi telah dikembangkan dalam proses pembuatan sel surya untuk menurunkan harga produksi agar lebih ekonomis (Yuliarto,2011).
2.3       Solusi Pemanfaatan Abu Sekam Padi
penggunaan listrik dunia sebesar 10 TW). Dari 12 GW tersebut Jerman merupakan negara terbesar yang telah menginstall sel surya yaitu sebesar hampir 5 GW. Meskipun begitu setiap tahunnya terjadi peningkatan produksi sel surya pada tahun 2008 total produksi sel surya di seluruh dunia telah mencapai angka 6,22 GW. Nilai produksi yang terus meningkat ini juga terus diikuti dengan upaya untuk menurunkan harga sel surya. Berbagai teknologi telah dikembangkan dalam proses pembuatan sel surya untuk menurunkan harga produksi agar lebih ekonomis (Yuliarto,2011).
Selama ini pemanfaatan limbah sekam padi di Indonesia sangat terbatas pada produk-produk yang tidak bernilai ekonomi tinggi, antara lain sebagai media tanaman hias, pembakaran bata merah, dan alas pada petelur. Bahkan di tempat-tempat penggilingan padi pembuangan sekam kering seringkali menjadi masalah. Cara yang biasa dipergunakan untuk membuang sekam adalah  membakarnya di tempat terbuka sepeti sawah. Hal ini akan mengakibatkan pencemaran lingkungan emisi gas hasil pembakaran yang dihasilkan. Bila sekam padi dimasukkan ke dalam tanah sawah, tanah menjadi “chlorotic” yang mengganggu pertumbuhan padi sehingga akan menurunkan produktivitas padi. Pemanfaatan sekam selama ini dihadapkan pada beberapa kendala. Kendala tersebut diantaranya sifat sekam yang kamba (bulky), abrasif, dan sifat kandungan seratnya yang tidak dapat diolah menjadi produk pakan maupun kertas.
2.4       Solusi Penurunan Harga Sel Surya
Selama ini, sel surya adalah identik dengan semikonduktor dioda. Dalam teknologi sel surya, terdapat berbagai pilihan penggunaan material intinya. Kristal tunggal silikon sebagai pioner dari sel surya memang masih menjadi pilihan karena teknologinya yang sudah mapan sehingga bisa mencapai efisiensi. Modul atau panel sel surya kristal silikon yang sudah diproduksi berefisiensi sekitar 12. Namun, penggunaan material masih digolongkan mahal dan juga volume produksi lempeng silikon tidak dapat mencukupi kebutuhan pasar bila terjadi penggunaan sel surya ini secara massal. Sehingga untuk penggunaan secara besar-besaran harus dilakukan usaha untuk mempertipis lapisan silikonnya.

Material yang berifisiensi tinggi lainnya adalah dari paduan golongan unsur III-V GaAs dan InP. Walaupun secara teoritik efisiensinya bisa mencapai 35 tetapi sulitnya menumbuhkan kristal tunggal berkualitas tinggi dari material-material di atas menyebabkan harganya tergolong sangat mahal sehingga penggunaannya masih terbatas. Material golongan ini memang tidak dipertimbangkan untuk digunakan secara massal. Usaha yang sedang diupayakan sekarang untuk menekan sedikit harga pembuatannya adalah menumbuhkan lapisan GaAs di atas lempeng silikon. Namun, penggabungan dari dua material dengan struktur berbeda ini menyebabkan timbulnya strain pada lapisan antar mukanya sehingga menurunkan efisiensi.
2.6       Penumbuhan Kristal Tunggal Greenokcite (CdS) Dalam Gel Metasilikat Hasil Isolasi Limbah Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Semikonduktor Sel Surya
Silika (SiO2) dapat ditemukan pada lumpur lapindo, abu vulkanik gunung merapi dan abu sekam padi. Kandungan silika (SiO2) pada lumpur lapindo adalah 53,08% (Wirayasa, 2008), abu vulkanik gunung merapi adalah 56% (Nuryanto, 2010) dan pada abu sekam padi kandungan silika (SiO2) mencapai 95,25% (Syafriadin, 1998). Sehingga yang mungkin digunakan sebagai sumber silika (SiO2) dalam pembuatan gel metasilikat adalah abu sekam padi. Hal ini karena abu sekam padi mempunyai kandungan silika (SiO2) yang lebih besar dibandingkan sumber silika (SiO2) lainnya. Kelebihan lainnya menggunakan abu sekam padi sebagai sumber silika adalah abu sekam padi mudah didapat karena mengingat negara Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya adalah petani.
Silika yang didapatkan dari abu sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan gel metasilikat. Pemanfaatan gel metasilikat tersebut digunakan sebagai media penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS). Hal ini karena gel metasilikat mempunyai kelebihan dari gel lainnya seperti gel gelatin dan agar-agar. Kelebihan gel metasilikat adalah sederhana, tidak terlalu rumit dan karena gel metasilkat terbuat dari bahan anorganik sehingga gel metasilikat tidak akan terkontimasi (Patel,1982).
Kristal tunggal greenokcite (CdS) yang dihasilkan dari penumbuhan selanjutnya dimanfaatkan untuk membuat semikonduktor sel surya. Kristal tunggal greenokcite (CdS) merupakan senyawa II-IV yang memiliki sifat optik dan listrik yang cocok untuk semikonduktor sel surya. Keunggulan dari semikonduktor greenokcite (CdS) dari semikonduktor lainnya adalah lebih sederhana peralatannya, mudah dalam pembuata dan penanganannya serta relatif murah dalam biaya produksinya. Hal ini dikarenanakan kristal tunggal Greenokcite  (CdS) dibuat dengan metode difusi yang lebih sederhana dan tidak memerlukan biaya mahal.
Sel surya yang semikonduktornya dari kristal tunggal greenokcite (CdS) mempunyai harga yang lebih murah dibandingkan dengan sel surya yang berasal dari semikonduktor lainnya seperti silikon. Komposisi presentase harga dalam pembuatan sel surya dapat dilihat pada tabel 1.
Komposisi harga dalam sel surya
Presentase
Material silicon
65%
Enkapsulasi modul
25%
Pembuatan sel
10%
Tabel 1. Komposisi presentase harga sel surya (Maruoka, 2007)
Berdasarkan tabel 1 65% harga sel surya dipengaruhi oleh harga semikonduktornya, sehingga apabila semikonduktor sel surya diganti dengan semikonduktor greenokcite (CdS) akan mengurangi harga sel surya sebanyak 65%. Prediksi penurunan harga sel surya dari beberapa merk jika apabila menggunakan semikonduktor silikon (Si) dan greenokcite (CdS) dapat dilihat pada tabel 2
Merk sel surya
Harga perwatt (semikonduktor Si)
Harga perwatt (semikonduktor CdS)
Samsung
Rp. 25.000
Rp. 16.250
Lomus
Rp. 26.000
Rp. 16.900
Shiyoku
Rp. 35.000
Rp. 22.750
Kyocera
Rp. 30.000
Rp. 19.500
Tabel 2 :  Prediksi Penurunan Harga
2.6       Pihak-Pihak yang Membantu Mengimplementasikan Gagasan
Pihak-pihak yang dimungkinkan terkait dan dapat diajak kerja sama dan mampu menyukseskan gagasan ini antara lain :
  1. Petani merupakan pihak yang menghasilkan limbah sekam padi. Sehingga hal ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan limbah sekam padi yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani dan diharapkan pula dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah sekam padi.
  2. Masyarakat dan sektor industri adalah pihak yang terkena dampak dari krisis energi. Sehingga diharapkan masyarakat dan sektor industri dapat  memanfaatkan sel surya sebagai alat alternatif sumber energi. Diharapkan pula dengan gagasan ini, masyarakat dan sektor industri dapat mengatasi krisis energi di masa mendatang dengan menggunakan alternatif  sel surya dalam kehidupan sehari-hari harganya yang lebih terjangkau.
  3. Perusahaan penghasil sel surya salah satunya PT. SHARP yang merupakan produsen sel surya terbaik di dunia dan telah memperjualbelikan sel surya yang dapat menghasilkan listrik dengan efisien (Anonim, 2010). Oleh karena itu, diharapakan dapat diajak kerja sama dalam pembuatan sel surya dengan harga yang lebih murah.
  4. Ilmuwan fisika merupakan pihak yang diharapkan dapat melakukan penilitian lebih lanjut untuk memfasilitasi hasil sintesis yang berupa  kristal tunggal greenokcite (CdS) untuk dibuat manjadi bentuk semikonduktor dalam bentuk-bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan pembuatan sel surya.
-->
III.                  PROSES DAN PEMBUATAN

3.1       Isolasi Silika  Limbah  Abu Sekam Padi.                          
Menurut beberapa penilitian (Houston,1972; Hara,1986; Shofiatun,2000) komponen utama abu sekam padi adalah SiO2 (silika) . Sehingga abu sekam padi dapat digunakan sebagai sumber SiO2 (silika). Proses isolasi SiO2 (silika) dari abu sekam padi dilakukan dengan cara membasahi abu sekam padi dengan akuades panas dan ditambah dengan larutan asam klorida (HCl) pekat. Setelah itu, abu sekam padi diuapkan di atas penangas sampai menjadi kering. Proses penguapan ini bertujuan agar abu sekam padi terurai menjadi komponen-komponennya, yaitu beberapa logam yang mengalami oksidasi menjadi asamnya.
Abu sekam padi kemudian dicuci ulang dengan asam klorida (HCl) yang bertujuan untuk melarutkan beberapa komponen yang belum larut pada proses sebelumnya, sehingga komponen-komponen tersebut dapat larut dalam asam klorida (HCl). Kemudian larutan hasil pencucian ulang dengan asam klorida (HCl) disaring menggunakan kertas saring. Pada penyaringan ini endapan yang tertahan pada kertas saring adalah SiO2 (silika)yang masih mengandung pengotor klorida, sehingga SiO2 (silika) dalam kertas saring harus dibilas dengan akuades panas secukupnya. Hal ini bertujuan untuk membersihkan SiO2 (silika) dari pengotor klorida yang dimungkinkan masih ada, sehingga dihasilkan SiO2 (silika) yang telah bebas dari pengotor (Houston, 1972).
SiO2 (silika) yang telah bebas dari pengotor  perlu dipisahkan dari kertas saring, yaitu dengan cara melakukan pengabuan pada suhu 300-600 0C. Selain  itu pengabu an bertujuan untuk menghilangkan kadar air dan untuk mendapatkan endapan SiO2 (silika) murni (Vogela,1979). Mengenai kadar SiO2 (silika)hasil isolasi abu sekam padi pernah diteliti oleh Syafriadin (1998) dan kadar SiO2 (silika) yang didapatkan sebesar 95,25% atau sebesar 16,53 dari jumlah kering sekam padi.
3.2       Sintesis Natrium Metasilikat
            SiO2 (silika)  murni yang diperoleh dari isolasi abu sekam padi kemudian digunakan untuk membuat larutan natrium metasilikat (Na2SiO3) yaitu dengan cara mereaksikan SiO2 (silika)dengan larutan basa natrium (NaOH) seperti pada persamaan 1. Perbandingan mol antara SiO2 (silika)dengan NaOH adalah 1:2 dan reaksi dilakukan pada wadah krus nikel bertutup yang selanjutnya dileburkan pada tanur dengan suhu 500 0C. Lewis (1993) menyatakan bahwa titik lebur NaOH adalah 318 0C, sehingga peleburan yang dilakukan dalam tanur pada suhu 500 0C tersebut bertujuan untuk melebur NaOH menjadi ion Na+ dan OH- yang kemudian berinteraksi dengan ikatan Si-O-Si pada molekul SiO2  membentuk ikatan Si-O-Na+.
-->
SiO2(s)  +2NaOH(aq)
-------> --> Na2SiO3(s) -->
Agar terbentuk Na2SiO3 yang homogen, maka hasil peleburan yang dilakukan  selama 60 menit kemudian ditumbuk sampai ukuran partikelnya lolos 50 mesh yang selanjutnya dipanaskan kembali pada 500 0C sampai masa leburan menjadi konstan. Mengenai hasil sintesis natrium metasilikat dari abu sekam padi pernah diteliti oleh Syafriadin (1998) dan didapatkan natrium metasilikat sebesar 97,86 %.
3.3       Pembuatan Gel Metasilikat
Gel metasilkat adalah gel yang mempunyai sifat permeabel dan berfungsi sebagai media penumbuhan kristal tunggal dengan metode difusi. Komposisi gel metasilikat itu sendiri terdiri dari larutan natrium metasilikat (Na2SiO3), larutan asam asetat (CH3COOH) dan kadmium klorida (CdCl2), kadmium klorida (CdCl2) adalah penyuplai ion Cd2+. Gel metasilikat dapat dibuat dengan melarutkan natrium metasilikat (Na2SiO3) dalam air yang akan membentuk asam monosilikat (H4SiO4) sesuai persamaan 2. Setelah itu, kadmium klorida (CdCl2) dimasukkan melalui dinding wadah setetes demi setetes agar tidak terjadi kristal amrof. Agar  gel metasilikat yang terbentuk lebih stabil dan didapat pH yang diinginkan yaitu 3,5-5,5 maka perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH), untuk reaksi penambahan asam asetat sesuai persamaan 3 (Henish,1988).
  -->Na2SiO3(s) + 3H2O(aq)          ----- -->H4SiO4(aq) + 2NaOH(aq)  -->NaOH(aq) + CH3COOH(aq)  -----> -->CH3COON(aq) + H2O(l) -->
Asam monosilikat yang dihasilkan akan membentuk polimer dengan cara reaksi polimerisasi yang menghasilkan produk samping berupa air sesuai gambar 1. Air sebagai produk samping akan menguap yang menyebabkan gel menyusut dan kemudian mengeras. Reaksi polimerisasi ini akan terjadi secara terus-menerus sampai sistem tiga dimensi dengan rantai Si-O-Si terbentuk sesuai gambar 1 (Henish,1988).



Pembentukan gel metasilikat sangat dipengaruhi oleh pH, pada pH terlalu rendah gel sulit terbentuk, sebaliknya pada pH terlalu tinggi gel akan langsung terbentuk. Sehingga kisaran pH yang digunakan adalah antara 3,5-5,5. Hal ini karena pada pH kurang dari 3,5 gel yang terbentuk sangat lunak, sedangkan pada pH lebih dari 5,5 gel yang terbentuk terlalu keras. Kedua kondisi di atas tidak memungkinkan untuk dijadikan media penumbuhan kristal tunggal greenokcite (CdS)  (Harini,2003).
Pada pH kurang dari 3,5 yang disebabkan oleh penambahan asam asetat secara berlebih mengakibatkan semua gugus silanol terpotonasi sempurna membentuk ion silikonium dan dua molekul air. Semakin banyak molekul air yang berada di dalam gel menyebabkan jarak antara unit-unit gel semakin renggang, sehingga gel akan semakin lunak. Hal ini sesuai  dengan reaksi pada persamaan dibawah ini :
-->Si-OH + H3O -->----- >  Si+ + 2H2O      -->
Pada pH lebih dari 5,5 gel yang terbentuk akan relatif keras. Hal ini karena jumlah asam yang ditambahkan sedikit. Kondisi ini menyebabkan semakin sedikit jumlah air yang dihasilkan sebagai hasil samping dari pembentukan gugus silanol, seperti yang ditunjukan pada persamaan
-->

Si-O- +H3O+ ------> 
-->Si-OH + H2O -->
3.4       Reaksi Pembentukan  Kristal Tunggal Greenokcite (CdS) Dalam Gel Metasilikat    
Proses pembentukan kristal tunggal greenokcite (CdS) yang pertama dilakukan adalah menambahkan air dalam permukaan gel, sehingga  permukaan gel tidak  pekat, dan menyebabkan kristal tidak terbentuk dipermukaan. Langkah selanjutnya, yaitu memasukkan supernatan natrium sulfida (Na2S) yang nantinya  natrium sulfide (Na2S) akan terurai menjadi ion-ion sesuai pada persamaan 7. Natrium sulfida (Na2S) masuk ke dalam rongga-rongga gel metasilikat dengan metode difusi. Menurut Sarjoni (1996), metode difusi merupakan proses dimana molekul atau ion dari suatu bahan larut yang bergerak bebas melalui pelarut sehingga larutan dapat tercampur dengan baik. Di dalam gel metasilikat sudah terdapat ion-ion CdCl2 yang terjebak di dalam rongga-rongga gel metasilikat sesuai pada persaman 6. Hal ini akan menyebabkan di dalam gel metasilikat terjadi reaksi antara Cd2+(aq) dengan S2-(aq) yang akan membentuk kristal tunggal greenokcite (CdS) sesuai reaksi dibawah ini :
-->
CdCl2 (aq) (dalam gel) ------> 
-->Cd2+(aq) + 2Cl-(aq) -->
Na2S (aq) (supernatan)
------>    -->2Na+(aq) + S2-(aq) -->
Cd2+(aq) (dalam gel) + S2-(aq) (supernatan)
----->  -->CdS(s) (dalam gel)

http://blog.ub.ac.id/iinkchemistry/penumbuhan-kristal-tunggal-greenokcitecds-dalam-gel-metasilikat-hasil-isolasi-limbah-abu-sekam-padi-sebagai-bahan-semikonduktor-solar-cell/

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan anda,,,